KULINER yang satu ini benar-benar istimewa dan hanya ada satu di Indonesia, yakni di Kota Payakumbuh, berjarak sekitar 125 kilometer arah utara Kota Padang, Ibuprovinsi Sumatra Barat. Namanya 'Bubur Cido'. Hanya dijual sore hingga tengah malam di pinggir jalan utama Kota Payakumbuh, persisnya depan kantor lama Bupati Limapuluh Kota.
Luar biasa banyaknya peminat bubur cido ini, terutama pada malam hari. Tak hanya dari Payakumbuh saja, juga ada yang berdatangan dari luar daerah. Bahgkan, ada masyarakat yang sedang dalam perjalanan sengaja berhenti di Payakumbuh demi menikmati Bubur Cido.
Bubur Cido yang sudah lama disukai peminatnya ini muncul sejak 50 tahun silam dengan peramunya bernama Sutan Karajan, asal Balaitalang. Sebuah desa yang berjarak sekitar 15 kilometer arah utara Kota Payakumbuh.
Setelah Sutan Karajan meninggal karena usia tua, usaha bubur cido itu dilanjutkan oleh anaknya bernama J. Nawi. Kini, pengelola bubur cido itu sudah memasuki generasi ketiga, yaitu Tasril, yang merupakan putra J. Nawi.
Sebenarnya, Bubur Cido ini sama dengan kuliner lainnya. Namun, rasanya yang 'khas' membuat lidah pelanggan jadi ketagihan.
Namanya bubur tentu encer, dan bubur yang encer itu mayoritas bahannya terdiri dari beragam pisang kemudian diberi bumbu, seperti gula dan beragam tumbuhan obat. Jadilah rasanya yang sungguh enak. Namun, sebelum bubur ini disantap, biasanya para pengemar Bubur Cido terlebih dahulu disuguhi segelas minuman yang rasanya kelat dan pahit. Sebab, terbuat dari ramuan beragam tumbuhan obat seperti sambiloto (empedu tanah) ditambah dengan beragam bahan obat tradisionil lainnya yang sudah diramu sebegitu rupa.
Tasril, cucu J. Nawi generasi penerus usaha Bubur Cido itu mengatakan kuliner yang terbilang laris itu disukai banyak orang karena bubur itu juga bermanfaat untuk kesehatan, yakni melancarkan buang air besar. Sedangkan minuman berbahan sambiloto empedu tanah berfungsi membersihkan perut dari beragam bakteri yang jadi sumber penyakit.
Didampingi dua orang karyawannya, Tasril termasuk beruntung melakoni bisnis Bubur Cido warisan orangtuanya itu. Dialah satu-satunya di Payakumbuh menjual kuliner yang disukai banyak pelanggan itu. Meski ada juga minuman obat tawar lainnya, namun Bubur Cido tetap unggulan.
“Sejak 50 tahun lalu sampai sekarang, resep Bubur Cido ini tidak pernah berubah,” kata Tasril, pelanjut Sutan Karajan dan J. Nawi yang usaha Bubur Cido itu memberi berkah untuk kesejahteraannya sekeluarga. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H