TERNYATA masih ada nagari (desa adat) tertinggal di Sumatera Barat. Cukup banyak juga, 51 jumlahnya. Begitu disampaikan Wakil Gubernur Nasrul Abit dalam suatu seminar di Hotel Inna Muaro baru-baru ini.
Masih banyaknya 'kampuang awak' yang terkebelakang dan tertinggal tentu saja sangat memprihatinkan. Tentu banyak sebab-musababnya kenapa 51 nagari itu masih terkebelakang. Yang jelas persoalannya adalah bidang infrastruktur, pendidikan, ekonomi, komunikasi, kesehatan, listrik, air bersih, dan beragam problema lainnya.
Bisa juga dianalisa secara acak kenapa nagari-nagari itu tertinggal. Mulai dari kemungkinan pemimpin nagari tersebut bekerja sendiri tanpa menggandeng kerapatan adat, badan musyawarah nagari, pemuda, dan lainnya. Mungkin pula karena di nagari tertinggal itu banyak terjadi hal yang tidak beres seperti beragam penyimpangan yang tumbuh berakar kuat. Tak tertutup kemungkinan penyebab lainnya karena warga yang apatis di mana pemerintahan nagari berjalan sendirian dibiarkan saja oleh pemuka masyarakatnya.
Bisa juga nagari terkebelakang, tertinggal, dan tertatih-tatih punya kaitan langsung dengan peran walinagarinya yang tidak tahu dengan untung. Cerdik sendiri. Inilah walinagari yang salah pilih oleh rakyatnya. Bahkan, patut diteliti apakah di nagari-nagari tertinggal itu ada kejanggalan dalam pelaksanaan pembangunan yang ditangani langsung walinagarinya.
Tidak masanya lagi di era milenial sekarang ini masih ada nagari yang terkebelakang. Ini adalah kesalahan kita bersama. Tak perlu pula ada yang cuci tangan. Kalau perlu, tekad bersama pantas diikrarkan bahwa dalam tahun 2020/2021 mendatang tak ada lagi nagari tertinggal di Sumbar. Kalau perlu, dalam pilkada mendatang jangan lagi dipilih kepala daerah petahana kalau di daerahnya masih banyak nagari tertinggal dan tidak ada upaya untuk mengentaskannya.
Kita pun tidak membantah, sudah banyak nagari maju di Sumbar. Hal ini tentu punya kaitan langsung dengan banyaknya tokoh yang peduli di nagari bersangkutan. Sosial kontrol berjalan sebagaimana mestinya. Bahkan, walinagarinya memanfaatkan secara maksimal peran warganya yang terkemuka, baik di kampung maupun di perantauan.
Jelas memalukan kalau nagari tertinggal tak begitu jadi perhatian oleh pemerintah kecamatan maupun kabupaten. Untuk itu, secepatnya nagari tertinggal perlu 'dikeroyok' bersama-sama. Termasuk pemanfaatan dana nagari bersumber dari bantuan pemerintah pusat. Peran tokoh masyarakat, pemuda, ninik mamak, KAN, lembaga swadaya masyarakat (LSM) wajib dimaksimalkan. Haram hukumnya 'menyunat' dana pembangunan.
Dengan kekuatan yang ada dan niat baik, marilah kita bertekad menghapus nagari tertinggal di Sumbar. Bersama kita bisa. Insyaallah. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H