WALIKOTA Padangpanjang, Sumatra Barat, Fadly Amran, tampaknya begitu rindu dengan kritik wartawan. Bahkan, banyak pihak sebenarnya yang rindu dengan kritikan wartawan. Di saat media online yang begitu hebat tampilan informasinya, bahkan terkadang bikin pusing kalangan tertentu, ternyata surat kabar (media cetak) seakan 'latiah' dan bisa juga disebut terserang kekurangan gizi.
Tokoh senior wartawan Indonesia yang kebanyakan mereka sudah meninggal dunia punya prinsip jitu dalam bekerja di dunia pers. Dibreidel pun medianya sudah tak asing lagi bagi mereka. Sebab, mereka begitu arif dengan fungsi utama media massa dengan empat peran utama, yaitu tampil sebagai alat sosial kontrol, penerangan, pendidikan, dan hiburan.
Peran utama media massa sebenarnya sejak dulu adalah melaksanakan sosial kontrol yang bertanggungjawab sesuai dengan kode etik jurnalistik. Terus terang, sekarang peran utama pers sebagai alat sosial kontrol itu bernar yang terlengahkan.
Di saat kontrol lemah, kesempatan itu dimanfaatkan media online. Jadilah media 'zaman baru' ini menguasai informasi yang berkembang begitu pesat. Meski sebagian media online tampil berani, namun yang muncul sebagai 'corong' dari kelompok tertentu tak bisa juga dimungkiri.
Bagaimanapun juga, kebebasan berfikir dimotori akal sehat selalu hidup di tengah masyarakat. Hanya saja, kesempatan rakyat selalu tampil kritis mungkin saja tidak dimonitor oleh pemilik surat kabar sekarang. Jadilah, peran unggulan sosial kontrol terabaikan.
Media dengan sosial kontrol yang terencana baik sebenarnya sangat dibutuhkan pemerintah. Termasuk di Sumatra Barat, banyak yang perlu diangkat ke permukaan. Misalnya saja tersendatnya pembangunan jalan tol Sumbar-Riau.
Kenapa rakyat bertahan dengan keteguhan pendapatnya? Bisa saja mereka dirugikan. Sementara pemerintah terlihat begitu kaku. Kalaulah pemerintah memberikan prioritas utama bagi penduduk setempat berbisnis di 'rest area' pada jalan tol itu, berkemungkinan besar semua lancar-lancar saja.
Urang awak Minang ini, sudah sejak lama cerdiknya. Apalagi dunsanak kita di Pariaman, murid Syech Burhanudin. Terlalu panjang kalau dibahas pola berfikir 'urang awak' yang terkenal teguh dengan pendiriannya.
Kembali pada Walikota Fadly Amran yang butuh kritik wartawan, baiknya hal itu dijadikan pemikiran positif bagi wartawan, termasuk pemilik media. Kita tentu sebenarnya tak ingin negeri ini ketinggalan dalam banyak aspek berkaitan dengan kesejahteraan rakyat.
Untuk itu, sosial kontrol, kritik, ulasan, dan sejenisnya jelas selalu dibutuhkan. Sebab, negeri ini masih butuh pemikiran untuk peningkatan kesejahteraan rakyat. Beragam problema yang menimpa negeri ini seakan tak tertanggungkan oleh kita-kita yang masih hidup ini.
Kemiskinan masih mendera, hutang entah terbayar entah tidak, rakyat jauh dari mandiri. Asing sudah lama masuk ke pedalaman negeri ini. Aksi kejahatan semakin memprihatinkan. Peristiwa kriminal memusingkan. Namun, marilah optimis. Jauhi pesimis. Hentikanlah menggunting dalam lipatan.
"Kami berharap pers bisa memberikan kritik." Demikian pesan Walikota Fadly Amran dalam acara pelantikan Jasriman sebagai Ketua PWI Padangpanjang baru-baru ini yang tentunya pantas diinap-renungkan. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H