Mohon tunggu...
Adi Bermasa
Adi Bermasa Mohon Tunggu... Jurnalis - mengamati dan mencermati

Aktif menulis, pernah menjadi Pemimpin Redaksi di Harian Umum Koran Padang, Redpel & Litbang di Harian Umum Singgalang, sekarang mengabdi di organisasi sosial kemasyarakatan LKKS Sumbar, Gerakan Bela Negara (GBN) Sumbar, dll.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kisah Baru di Indonesia, Orang Gila Ikut Pemilu

27 Desember 2018   16:27 Diperbarui: 27 Desember 2018   17:04 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Eliyanti (tengah) dari Bawaslu Sumbar dan Widya (kanan) dari Forkomsanda Sumbar memimpin temu wicara tentang Pemilu 2019 yang berlangsung Rabu (26/12/2018). DOKPRI

PEMILU pada Bulan April 2019 mendatang termasuk pesta demokrasi luar biasa. Penyebabnya, orang gila atau disebut dengan isitlah orang dengan gangguan kejiawaan (ODGJ) pun ikut memilih wakilnya di parlemen. Sudah tiga zaman pemilu di Indonesia. Pertama, era baru merdeka atau disebut juga orde lama, kedua era orde baru, dan ketiga era reformasi sekarang. Dari tiga era pesta demokrasi ini, era sekarang lah pemilu yang terbilang 'menggelitik'.

Meski orang gila dipastikan ikut pemilihan umum, namun tata cara terbaik bagi mereka dalam memberikan suaranya nanti belum begitu mengemuka dijelaskan KPU. Apakah tatacara mereka memberikan suaranya sama dengan warga berakal, yakni sama-sama di Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang telah ditetapkan? Apakah semua tahapan yang akan dilakukannya di TPS itu sama dengan warga permilih lainnya? Atau mereka cukup didatangi petugas ke tempat domisilinya? Yang jelas, khusus bagi pemilih 'khusus' ini belum begitu muncul sosialisasinya oleh KPU.

Karena baru pertama kali ikut pemilihan umum, jelas melayani mereka tidak sembarangan. Maklum, jika kambuh emosinya di TPS, pasti membuat kalangkabut. Lebih berbahaya lagi kalau yang bersangkutan mengobrak-abrik semua fasilitas yang ada. Kalau itu yang terjadi jelas membahayakan dan memalukan. Bisa jadi informasinya mendunia. Pemilih ODGJ di Indonesia mengngamuk. Tempat pemungutan suaranya dihancurkannya. Pemilih di TPS, termasuk petugas, berlarian menyelamatkan diri masing-masing.

Oleh karena itu, KPU sangat pantas segera menetapkan aturan atau pertunjuk khusus dalam menyukseskan orang dengan gangguan kejiawaan (ODGJ) ini berpartisipasi ikut Pemilu 2019.

Bagaimanapun, kita sama-sama berharap Pemilu 2019 berjalan lancar tanpa ada problema yang memalukan. Di sinilah pentingnya 'dunsanak' yang sakit ingatan ini tidak sampai bikin onar. Jangan karena nila setitik rusak susu sebelanga.

Mengurus orang dengan gangguan kejiawaan (ODGJ) bukanlah pekerjaan remeh. Besar resikonya, kalau mereka terabaikan. Kitapun berharap pemilu yang akan berlangsung sekitar tiga bulan lagi berjalan lancar. Sangat pantas rasanya partisipasi pemilih semakin membaik. Apalagi kali ini orang dengan gangguan kejiawaan (ODGJ) ikut pesta demokrasi. Pertama dalam sejarah kepemiluan di Indonesia.

Dikhawatirkan juga, di saat KPU fokus mengurus ODGJ, pemilih golput tidak terperhatikan lagi. Sehingga pemilih tidak signifikan memberikan suaranya. Setiap Pemilu di Indonesia, jumlah pemilih yang tidak berpartisipasi rata-rata sekitar 30 persen. Begitulah, program memilih dari ODGJ begitu menggelora sosialisasinya sementara calon pemilih golput terabaikan. Ini juga tidak membanggakan.

Dalam temu wicara dan tukar pendapat antara Bawaslu Sumbar dengan Forum Komunikasi Sandi Daerah (Forkomsanda) Sumbar, Rabu (26/12/2018) di Kantor Bawaslu Sumbar, Jalan Pramuka, Kota Padang, persoalan ODGJ ikut pemilu jadi topik bahasan serius. Diusulkan pada KPU untuk mengeluarkan pedoman baku tentang keikusertaan mereka dalam pesta demokrasi.

Dalam acara tersebut, Eliyanti dari Bawaslu Sumbar juga memaparkan bahwa menjelang Pemilu Bulan April 2019 mendatang, sudah beragam kerja dilakukan. Di antaranya membahas dan meyelesaikan kasus yang terjadi. Termasuk menerima tujuh laporan berkaitan dengan kepemiluan, menemukan 18 kasus serta 12 tindak pidana pemilu. 

Semuanya diselesaikan sesuai aturan yang berlaku. Yang mengejutkan, tahapan Pemilu di Sumbar nomor tiga kerawanannya sesudah Papua. Jelas ini mengejutkan, bahkan sangat memprihatinkan. Menurut Eliyanti, penyebab utama kerawanan itu adalah kurang profesionalnya petugas pendata di tingkat bawah. *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun