[caption caption="Sumber: travel.kompas.com"][/caption]Masih saja ada wisatawan yang berkunjung ke Kota Wisata Bukittinggi yang ngomel-ngomel ulah dipermainkan pebisnis. Tersebutlah, salah seorang pelancong dari Riau bernama Rian, ‘dipermainkan’ di seputaran Los Lambuang saat makan siang baru-baru ini.
Wartawan KORAN PADANG, media mungil yang cukup laris di Sumatra Barat terbitan Selasa, 5 April 2016, mengangkat 'penderitaan' pelancong dari luar daerah setelah menikmati makan siang di Los Lambuang tersebut. Tidak disangka, Rian asal Riau itu 'dipermainkan' pemilik warung makan dengan tagihan selangit hingga Rp 600 ribu untuk tiga porsi dengan satu lauk ditambah tiga teh botol.
Meski sempat terjadi dialog antara Rian dengan pemilik tempat makan tersebut, namun dengan berat hati dan merasa terpaksa akhirnya Rian membayar juga.
Menurut Rian, seperti diberitakan KORAN PADANG, harga yang diberlakukan pedagang tersebut adalah biaya makan termahal di dunia. Dia pun berjanji tidak akan pernah makan lagi di Bukittinggi.
Mahalnya tarif makan di Bukittinggi tidak saja dialami para pengunjung dari luar kota. Salah seorang pimpinan daerah setempat juga pernah mengalami hal yang sama meski namanya tidak bersedia dituliskan. Yang jelas, berbelanja termasuk makan di kota wisata itu sejak beberapa waktu terakhir ini memang tidak nyaman lagi. Harga makanan dan barang yang dibeli seenak hati pedagang saja menetapkannya.
Bahkan, rombongan Presiden SBY dulunya ketika berkunjung ke Bukittinggi juga pernah merasakan hal serupa dengan tagihan bill pembayaran luar biasa jumlahnya. Disebut-sebut, SBY dan rombongan harus membayar Rp 20 juta rupiah saat makan di Bukittinggi.
Mereka yang berjualan, baik makanan, pakaian, kuliner, dan lainnya, rata-rata terbilang ramah mempersilakan tamunya untuk berbelanja. Mereka melayani dengan baik disertai tutur kata yang menawan. Namun setelah transaksi, konsumen pun 'terpekik'.
[caption caption="Pengunjung menikmati makanan di Los Lambuang Bukittinggi. (FOTO: adalrico.net)"]
Soal biaya parkir, jangan disebut lagi. Tarif yang ditetapkan pemerintah tidak pernah dipatuhi. Pemilik kendaraan dikenai tarif parkir roda empat minimal Rp 5 ribu. Bahkan, tukang 'palak' parkir tidak segan-segan memeras pendatang hingga Rp 20 ribu. Luar biasa memprihatinkan.Â
Meski pemerintah setempat sejak lama sudah menertibkan pelayanan yang tidak baik itu, namun hanya berubah sebentar kemudian berlanjut kembali seperti semula. Yang jadi korban adalah tamu yang berkunjung ke kota wisata ini.
Para tukang pakuak itu sepertinya sudah begitu lihai melihat siapa tamunya. Dengan mendengar dari bahasa serta melihat penampilan, para tukang pakuak itu sudah dapat menerka para pendatang yang akan dijadikan ‘sasarannya’. Celakanya lagi, mereka yang sudah berhasil 'mempermainkan' tamu dengan harga selangit itu tampak merasa senang karena berhasil mendapat keuntungan berlipat-lipat ganda.