Pajak bukan sekadar angka dalam anggaran pemerintah; ia adalah amanah dari rakyat.
Ketika seseorang membayar pajak, ada harapan implisit bahwa uang tersebut akan digunakan secara bijak untuk mendukung pelayanan publik dan membangun masyarakat yang lebih baik.
Namun, sering kali kita dihadapkan pada fakta yang mengecewakan: dana pajak tidak sepenuhnya dikelola dengan bertanggung jawab.
Pada 2025, pemerintah berencana menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12%, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Kenaikan ini diproyeksikan akan menambah penerimaan negara hingga Rp73,76 triliun (Bisnis, 22/11/2024). Namun, di tengah kabar ini, muncul pertanyaan besar: apakah dana pajak yang terkumpul benar-benar dikelola secara efisien dan adil?
Ironi Pemanfaatan Pajak
Peningkatan PPN seharusnya mencerminkan komitmen pemerintah untuk meningkatkan pelayanan publik.
Namun kenyataannya, cerita tentang pemborosan anggaran terus terulang. Salah satu contoh nyata adalah penggunaan anggaran untuk perjalanan dinas dan forum-forum yang tidak produktif.
Menteri Agama, misalnya, pernah mengkritik para rektor yang hadir dalam forum hanya untuk "duduk dan tidur," tanpa kontribusi berarti (Kompas, 10/11/2024).
Fenomena ini tidak hanya membuang-buang dana, tetapi juga mencederai kepercayaan masyarakat.
Anggaran yang digunakan untuk acara-acara semacam itu seharusnya dialihkan untuk kebutuhan yang lebih mendesak, seperti pendidikan, kesehatan, atau infrastruktur.