Lebih dari sekadar masalah birokrasi, kasus ini mengungkap kuatnya budaya patronase politik di Indonesia. Patronase, di mana pemimpin politik memberikan dukungan kepada bawahan atau konstituennya dalam bentuk bantuan atau perlindungan, menciptakan hubungan ketergantungan yang memengaruhi dinamika politik dan birokrasi.
Kepala desa yang hadir dalam acara pribadi seorang menteri kemungkinan besar merasa "terundang" bukan karena undangan biasa, tetapi karena adanya kesadaran politis bahwa menteri tersebut adalah figur berkuasa yang patut "dihormati."
Fenomena ini tak lepas dari posisi politik istri Yandri Susanto, Ratu Rachmatu Zakiyah, yang maju sebagai calon bupati Serang dalam Pilkada 2024.
Meski Yandri menyatakan tidak ada unsur politik dalam acara tersebut, kehadiran kepala desa dalam tasyakuran bisa dilihat sebagai bentuk kesetiaan politik, bukan hanya rasa hormat.
Ini adalah salah satu contoh bagaimana garis tipis antara kepentingan pribadi, politik, dan administratif sering kali kabur dalam konteks birokrasi Indonesia.
Simbol Negara: Dari Alat Administrasi Menjadi Alat Politik
Mahfud MD dengan keras mengkritik penggunaan simbol negara seperti kop surat resmi untuk keperluan pribadi. Baginya, tindakan ini tidak hanya melanggar etika, tetapi juga menimbulkan kebingungan mengenai batasan antara urusan publik dan pribadi.
Dalam teori administrasi publik, penggunaan simbol negara haruslah dipertanggungjawabkan dengan sangat hati-hati, karena simbol tersebut mewakili kewenangan negara, bukan individu.
Namun, fenomena penggunaan kop surat kementerian untuk undangan pribadi menunjukkan betapa lemahnya disiplin administratif kita.
Penyalahgunaan atribut negara untuk kepentingan non-dinas bisa dianggap sebagai penyalahgunaan kekuasaan yang berbahaya.
Ini memberi kesan bahwa pejabat publik merasa memiliki otoritas yang melampaui batas formal, seolah-olah posisi mereka memberi hak untuk mencampuradukkan urusan pribadi dengan jabatan.
Jika ini terus dibiarkan, kepercayaan publik terhadap integritas pejabat negara akan semakin terkikis, dan birokrasi pun terancam kehilangan kredibilitasnya.