Mohon tunggu...
Adib Abadi
Adib Abadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Eklektik

Tertarik pada dunia buku, seni, dan budaya populer.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

100 Hari Kabinet Prabowo, Mencermati Efektifitas Kabinet Merah Putih di Tengah Tantangan Koordinasi dan Harapan Publik

21 Oktober 2024   08:30 Diperbarui: 21 Oktober 2024   09:33 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden terpilih Prabowo Subianto | sumber: rmol.id

Dalam periode 100 hari ini, sangat penting untuk menilai apakah Kabinet Merah Putih mampu bekerja lebih cepat dan efisien dibandingkan kabinet sebelumnya, atau justru terbebani oleh kompleksitas struktural.

Politik Pembagian Kekuasaan: Dampak pada Profesionalisme

Salah satu kritik utama terhadap kabinet ini adalah ketergantungannya pada kompromi politik. Kabinet Prabowo, seperti yang telah diumumkan, menunjukkan adanya jatah yang diberikan kepada partai politik pengusungnya.

Golkar dan Gerindra, sebagai dua partai besar dalam koalisi, mendapat bagian terbesar dalam komposisi kabinet. Sementara itu, partai-partai non-pengusung yang datang belakangan, seperti PKB dan Nasdem, mendapat porsi lebih kecil, tetapi tetap signifikan.

Pembagian kekuasaan semacam ini memang tidak dapat dihindari dalam politik koalisi, terutama dalam sistem presidensial multipartai seperti Indonesia. Namun, hal ini juga menimbulkan dilema terkait profesionalisme.

Di satu sisi, Prabowo berjanji untuk membentuk kabinet yang diisi oleh orang-orang yang ahli di bidangnya; di sisi lain, tekanan politik membuat beberapa posisi strategis diberikan kepada politisi partai yang mungkin kurang memiliki kompetensi teknis. Misalnya, posisi di kementerian strategis seperti Pertanian atau Energi memerlukan keahlian teknis yang mendalam, sementara dalam praktiknya, faktor afiliasi politik seringkali menjadi penentu utama.

Tidak hanya itu, dalam konteks representasi organisasi keagamaan, Prabowo tampaknya mengambil pendekatan yang berbeda dengan pendahulunya. Muhammadiyah memperoleh representasi yang cukup kuat di kabinet ini, sementara perwakilan Nahdlatul Ulama (NU) terlihat kurang menonjol dibandingkan pemerintahan sebelumnya.

Ini adalah dinamika sosial-politik yang berpotensi memengaruhi arah kebijakan pemerintah, khususnya dalam hal hubungan negara dan agama.

Pelajaran dari Masa Lalu

Untuk memahami efektivitas Kabinet Merah Putih, ada baiknya kita melihat pembanding dari dalam dan luar negeri. Di Amerika Serikat, konsep "100 hari" pertama yang dipopulerkan oleh Franklin D. Roosevelt sering digunakan sebagai tolok ukur kesuksesan awal sebuah pemerintahan.

Roosevelt berhasil mengesahkan lebih dari 15 undang-undang besar pada 100 hari pertamanya, suatu pencapaian yang menjadikannya salah satu presiden paling produktif dalam sejarah AS.

Namun, situasi di Indonesia tentu berbeda. Di sini, birokrasi yang kompleks dan kekuatan politik yang terfragmentasi sering kali menghambat reformasi cepat seperti yang terjadi di Amerika Serikat.

Sebaliknya, kabinet besar di Indonesia di masa lalu sering kali menghadapi tantangan koordinasi dan birokrasi yang lambat. Era Jokowi, misalnya, dikenal dengan struktur kabinetnya yang gemuk, tetapi terkadang terhambat oleh tumpang tindih kebijakan antar kementerian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun