Mohon tunggu...
Adib Abadi
Adib Abadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Eklektik

Tertarik pada dunia buku, seni, dan budaya populer.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Apakah Pelajar Masa Kini Kurang Etika?

19 Oktober 2024   17:27 Diperbarui: 20 Oktober 2024   09:49 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ILUSTRSI | sumber: homecare24.id

Pengaruh media sosial dalam membentuk sikap dan perilaku generasi muda tidak bisa diabaikan. Di platform seperti Instagram, TikTok, atau X (sebelumnya Twitter), semua orang memiliki panggung untuk berbicara, tidak peduli usia atau latar belakang. Hierarki sosial yang ada di dunia nyata, di mana guru dianggap memiliki otoritas, tidak lagi berlaku di dunia maya. Di sana, setiap orang bisa menjadi "ahli" dalam topik apapun, dan hal ini memengaruhi cara pandang anak muda terhadap otoritas.

Dewi, seorang siswa SMA di Bandung, mengakui bahwa dia sering lebih percaya pada informasi yang dia dapatkan dari media sosial daripada dari guru di sekolah. "Di media sosial, kita bisa mendapatkan banyak perspektif yang berbeda, dan kadang lebih relevan dengan kehidupan kita," katanya. "Guru di sekolah sering kali hanya mengulang-ulang hal yang sama dari buku teks."

Pendapat Dewi ini menggambarkan pergeseran besar dalam cara generasi muda mencari dan memverifikasi informasi. Di satu sisi, hal ini memperlihatkan sikap kritis yang patut diapresiasi. Namun, di sisi lain, ini juga menunjukkan adanya krisis kepercayaan terhadap institusi pendidikan yang seharusnya menjadi sumber utama pengetahuan dan pembentukan karakter.

Pendidikan Karakter yang Terabaikan

Dalam survei yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia pada 2023, hampir 70% guru mengaku kesulitan menanamkan nilai-nilai moral kepada siswa di tengah tekanan kurikulum yang semakin padat. "Siswa lebih fokus pada nilai ujian dan kelulusan, sementara aspek-aspek seperti sopan santun, kejujuran, dan rasa hormat sering kali tidak mendapat perhatian yang cukup," kata Pak Sutrisno, seorang kepala sekolah di Yogyakarta.

Kondisi ini diperparah oleh kurangnya dukungan dari orang tua. Banyak orang tua yang terlalu sibuk dengan pekerjaan, sehingga kurang terlibat dalam pendidikan moral anak-anak mereka. Anak-anak dibiarkan tumbuh dengan pengaruh dari luar, terutama media sosial, tanpa bimbingan yang memadai.

"Dulu, kami selalu diajarkan untuk menghormati guru seperti kami menghormati orang tua," kata Bu Nani, seorang guru yang telah mengajar lebih dari 30 tahun di sebuah sekolah dasar di Semarang. "Sekarang, banyak orang tua yang justru memihak anak-anak mereka ketika ada masalah dengan guru. Ini membuat kami, para guru, merasa tidak dihargai."

Apa yang Harus Dilakukan?

Jadi, apakah benar pelajar masa kini kurang etika? Mungkin jawabannya lebih kompleks dari yang terlihat. Generasi muda ini tumbuh di dunia yang sangat berbeda, dengan tantangan dan dinamika yang tidak pernah dihadapi oleh generasi sebelumnya. Mereka lebih kritis, lebih mandiri, dan lebih terbuka terhadap perbedaan, tetapi mereka juga menghadapi krisis nilai di tengah derasnya arus informasi yang sering kali membingungkan.

Untuk mengatasi masalah ini, solusi tidak bisa hanya berasal dari satu pihak saja. Sekolah, orang tua, dan masyarakat luas harus bekerja sama dalam membentuk karakter generasi muda. Pendidikan karakter harus kembali menjadi prioritas, bukan hanya tugas tambahan yang diserahkan kepada guru.

Pertama, sekolah perlu mengintegrasikan pendidikan moral dan etika ke dalam semua mata pelajaran, bukan hanya terbatas pada mata pelajaran PPKn. Guru perlu dilatih untuk menjadi pembimbing yang bisa mengarahkan siswa dalam memahami nilai-nilai etika di setiap aspek kehidupan.

Kedua, orang tua harus lebih aktif terlibat dalam pendidikan anak-anak mereka, terutama dalam memberikan contoh nyata tentang bagaimana bersikap dan berperilaku yang baik. Orang tua perlu menetapkan batasan dalam penggunaan teknologi dan media sosial, serta memberikan pemahaman yang jelas tentang nilai-nilai yang mereka anggap penting.

Ketiga, masyarakat luas juga harus mendukung pembentukan etika generasi muda melalui norma-norma sosial yang relevan dengan perkembangan zaman, tetapi tetap mempertahankan nilai-nilai dasar seperti kejujuran, rasa hormat, dan tanggung jawab.

Pada akhirnya, kita tidak bisa hanya menyalahkan generasi muda. Mereka adalah cermin dari masyarakat tempat mereka tumbuh. Jika kita ingin mereka lebih beretika, maka kita semua, sebagai orang dewasa, harus menjadi contoh yang baik bagi mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun