Suara dering ponsel itu memecah keheningan di ruang kelas yang sudah cukup lama tenggelam dalam suasana belajar. Guru yang tengah mengajar berhenti sejenak, menatap ke arah suara yang datang dari barisan belakang.Â
Seorang siswa dengan ekspresi tak acuh dengan tenang merogoh sakunya, mengangkat telepon tanpa ragu. "Sebentar, Pak," katanya sambil bangkit dari tempat duduk. Sambil berjalan ke luar kelas, siswa itu melanjutkan pembicaraannya tanpa menghiraukan tatapan gurunya, yang tetap berdiri kaku di depan kelas.
Kejadian seperti ini sudah semakin sering terjadi di banyak sekolah di Indonesia, bukan hanya di kota besar seperti Jakarta, tetapi juga di daerah-daerah lainnya. Guru-guru mengeluh tentang siswa yang semakin sulit diatur, semakin sering melanggar norma-norma kesopanan, dan semakin berani menentang otoritas. Mereka mempertanyakan, apakah benar pelajar masa kini semakin kurang etika?
Realitas Generasi Baru
Generasi pelajar saat ini memang berbeda. Mereka lahir di tengah perkembangan teknologi yang begitu pesat, hidup dengan smartphone di tangan mereka, dan tumbuh di dunia yang sangat berbeda dari generasi sebelumnya. Namun, apakah hal ini berarti mereka benar-benar kehilangan nilai-nilai kesopanan dan etika?
Dr. Risma Handayani, seorang sosiolog dari Universitas Indonesia, mengatakan bahwa perilaku generasi muda saat ini tidak bisa dilepaskan dari konteks sosial yang mereka hadapi. "Mereka hidup di era digital, di mana batas-batas antara otoritas dan kebebasan berpendapat menjadi kabur," katanya. "Dunia mereka sangat terbuka, mereka memiliki akses informasi yang tak terbatas, dan ini memengaruhi cara mereka berinteraksi dan merespons otoritas, termasuk guru di sekolah."
Sebuah survei yang dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2022 menemukan bahwa insiden pelanggaran disiplin di sekolah, termasuk sikap tidak sopan terhadap guru, meningkat 12% dibandingkan lima tahun sebelumnya. Fenomena ini semakin sering ditemui di kota-kota besar, di mana pengaruh teknologi dan media sosial sangat dominan dalam kehidupan sehari-hari.
Tantangan Dunia Pendidikan
Sistem pendidikan di Indonesia pun menghadapi tantangan yang tidak ringan. Di satu sisi, kurikulum terus diperbarui agar relevan dengan perkembangan zaman, namun di sisi lain, banyak yang merasa bahwa pendidikan moral dan etika semakin terabaikan. Banyak sekolah fokus pada pencapaian akademis dan kelulusan, sementara pembentukan karakter dan sikap dianggap sebagai tanggung jawab tambahan yang sering kali diabaikan.
Pak Arif, seorang guru di sebuah SMA negeri di Jakarta, merasa bahwa tantangan menjadi guru saat ini jauh lebih besar dibandingkan ketika ia pertama kali mengajar 20 tahun lalu. "Anak-anak sekarang tidak sama dengan anak-anak dulu. Mereka lebih kritis, tetapi juga lebih sulit diatur," katanya. "Kadang, saya merasa bahwa saya bukan lagi guru, tetapi lebih seperti moderator di antara siswa yang saling berdebat, atau bahkan menantang pendapat saya sendiri."
Sikap kritis ini memang menjadi ciri khas generasi muda saat ini. Mereka tumbuh dengan akses pada berbagai perspektif dan ideologi dari seluruh dunia, yang membuat mereka lebih berani mempertanyakan norma-norma yang selama ini dianggap tak tergoyahkan. Namun, sikap kritis ini kadang-kadang juga terlihat sebagai kurangnya rasa hormat terhadap otoritas tradisional, seperti guru atau orang tua.
Di sinilah letak tantangannya: bagaimana sekolah bisa menyeimbangkan antara memberikan ruang bagi kebebasan berpikir dan menanamkan nilai-nilai etika serta moral?