Di tengah percakapan yang semakin ramai mengenai ketimpangan sosial di Indonesia, satu isu yang kerap kali terabaikan namun tetap menggema di kalangan tertentu adalah hilangnya keistimewaan kelas menengah terdidik dalam pencapaian akademik.
Dunia pendidikan, yang selama berdekade-dekade menjadi salah satu pilar kebanggaan bagi kelompok ini, kini mulai tergeser oleh kehadiran artis dan politisi yang secara tiba-tiba masuk ke dalam ruang yang dulu dianggap eksklusif bagi mereka yang benar-benar berjuang melalui jalur akademik.
Dalam beberapa tahun terakhir, fenomena ini semakin mencolok. Publik tidak lagi asing dengan kabar artis atau politisi yang meraih gelar doktor dari kampus-kampus ternama.
Namun, ini bukan sekadar pencapaian individu, melainkan gejala dari pergeseran nilai di masyarakat---pergeseran yang menyisakan frustrasi di kalangan akademisi dan pekerja kelas menengah yang merasa telah bekerja keras untuk mengukuhkan identitas sosial mereka melalui pendidikan tinggi.
Dilema Kelas Menengah: Prestise yang Kian Terkikis
Bagi kelas menengah terdidik di Indonesia, pendidikan bukan hanya alat untuk meningkatkan karier atau mendapatkan gaji lebih tinggi. Gelar, khususnya gelar S3, sering kali menjadi simbol dari status sosial dan intelektual yang diperjuangkan selama bertahun-tahun.
Di tengah kehidupan ekonomi yang kian sulit, di mana banyak dari mereka hidup dengan gaji yang sekadar cukup, gelar doktor menjadi kebanggaan terakhir yang dapat ditunjukkan ke publik sebagai bukti pencapaian diri.
Namun, kehadiran para selebriti dan politisi di jalur akademik, terutama dalam meraih gelar doktor, seakan mengancam keistimewaan ini. Menariknya, beberapa dari mereka bahkan meraih gelar dari universitas terbaik di Indonesia, tempat di mana seleksi masuk dan standar akademik dikenal ketat.
Fenomena ini, meskipun mengundang decak kagum dari penggemar mereka, memicu kekecewaan di kalangan akademisi yang merasa bahwa proses meraih gelar doktor kini tampak lebih mudah bagi segelintir orang dengan koneksi dan modal besar.
Salah satu pengamat sosial terkemuka, Dr. Rizal Dharmawan, mencatat bahwa "pencapaian akademik di Indonesia telah lama menjadi salah satu cara bagi kelas menengah untuk mengukuhkan posisi sosial mereka. Namun, ketika artis dan politisi memasuki ranah ini dengan jalur yang lebih cepat atau mudah, ada rasa kehilangan di antara mereka yang telah berjuang bertahun-tahun demi gelar tersebut."
 "S3 Kilat" dan Kekhawatiran Integritas Akademik
Salah satu isu utama yang muncul dalam diskusi ini adalah apa yang sering disebut sebagai "S3 kilat"---fenomena di mana beberapa tokoh publik berhasil meraih gelar doktor dalam waktu yang lebih singkat dibandingkan rata-rata mahasiswa doktoral.