Dalam hal ini, istilah tersebut menjadi pelengkap bagi pemerintah untuk memasarkan program-program yang seolah-olah efektif, walaupun kenyataannya belum tentu demikian.
Ketika Prabowo mengatakan, "Mbok ya kita miskin, ya (bilang) miskin," ia tidak hanya mengkritik istilah-istilah itu. Ia juga menyentil ketidakjujuran dalam wacana publik mengenai kemiskinan.Â
Kita terlalu sibuk membungkus kemiskinan dengan istilah-istilah yang lebih "ramah," tapi tidak cukup berani untuk menatap langsung kenyataan keras yang dihadapi oleh jutaan orang di Indonesia.Â
Pada akhirnya, istilah-istilah ini seperti memberikan janji reservasi di restoran yang selalu "coming soon." Kenyataannya, kursi di meja kesejahteraan itu masih kosong.
Istilah "Aspiring Middle Class": Harapan atau Fatamorgana?
Sekarang mari kita cermati istilah "aspiring middle class" yang juga disoroti oleh Prabowo. Jika diterjemahkan secara harfiah, istilah ini mengacu pada kelompok masyarakat yang "berharap" untuk mencapai kelas menengah. Harapan itu baik, tentu saja. Namun, harapan tanpa dukungan nyata adalah fatamorgana.Â
Mereka yang tergolong dalam "aspiring middle class" sering kali masih terjebak dalam siklus kemiskinan, bekerja keras namun tidak pernah benar-benar melampaui batas-batas yang menahan mereka.
Dalam pandangan Prabowo, harapan itu sendiri adalah indikator kemiskinan. "Aspiring middle class," bagi dia, hanyalah cara lain untuk mengatakan bahwa mereka belum mencapai kelas menengah, yang artinya mereka masih miskin.
Ia menyentil bahwa istilah ini adalah bentuk dari pemolesan realitas, bukan solusi. Ini seperti menawarkan tiket bioskop ke film blockbuster, tapi Anda harus menonton dari jendela di luar teater.
Di sinilah letak kecerdikan dari pernyataan Prabowo. Dengan sederhana, ia berhasil membongkar logika yang sering kali tersembunyi dalam retorika kebijakan.Â
Ketika Anda mendengar "aspiring middle class," itu seolah menggambarkan kemajuan. Tapi ketika Anda berpikir lebih dalam, bukankah itu sebenarnya pengakuan bahwa kelompok tersebut masih belum mencapai apa yang diharapkan? Dengan kata lain, mereka belum berhasil keluar dari kemiskinan.
"Miskin Ya Miskin": Menggugah Kejujuran Sosial
Di titik ini, mari kita renungkan kekuatan dari pernyataan Prabowo yang simpel tapi menggugah itu: "Miskin ya miskin." Ia menggugat budaya kita yang sering kali lebih suka membungkus realitas dengan istilah-istilah yang indah ketimbang menghadapi kenyataan dengan jujur. Dan mungkin, di sinilah letak tantangan besar bagi kita semua.Â