Mohon tunggu...
Adib Abadi
Adib Abadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Eklektik.

Tertarik pada dunia buku, seni, dan budaya populer.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

UMKM Bukan Tulang Punggung Negara, Tapi Mungkin Tulang Kaki yang Keseleo

10 Oktober 2024   15:43 Diperbarui: 10 Oktober 2024   17:01 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ILUSTRASI ibu-ibu pekerja UMKM yang sedang menganyam batang enceng gondok kering | sumber gambar: katadata.co.id

Mari kita mulai dengan satu fakta yang sering diulang-ulang seperti rekaman rusak: UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) adalah "tulang punggung" perekonomian Indonesia.

Kita mendengarnya di seminar-seminar ekonomi, ditulis di tajuk rencana media arus utama, sampai-sampai ibu-ibu pengajian pun tahu fakta ini. Tapi mari jujur sejenak---seberapa sering kita berhenti dan benar-benar mempertanyakan narasi ini?

Coba kita pikirkan. Jika UMKM benar-benar adalah tulang punggung perekonomian Indonesia, kenapa perekonomian negara ini sering terasa seperti orang yang bungkuk dan kesakitan? Apakah punggungnya salah urat? Atau mungkin, hanya mungkin, UMKM bukan tulang punggung yang kita butuhkan?

Sebagai tulang punggung perekonomian, UMKM memang menghasilkan angka-angka yang mengesankan. Kementerian Koperasi dan UKM melaporkan bahwa 64 juta UMKM berkontribusi terhadap lebih dari 60% PDB Indonesia dan menyerap hampir 97% tenaga kerja. Angka yang luar biasa, bukan? 

Tapi mari kita berpikir lebih dalam. Apakah benar UMKM menjadi solusi bagi permasalahan ekonomi negara? Atau justru keberadaan mereka lebih seperti plester yang menutup luka menganga? Mungkin UMKM ini lebih mirip dengan tulang kaki yang sering keseleo karena menopang terlalu banyak beban.

The Underdog Syndrome: Mengapa Semua Orang Jatuh Cinta pada UMKM?

Kita sebagai bangsa memang suka sekali dengan narasi pahlawan kecil melawan raksasa. David melawan Goliath. Tukang bakso versus franchise waralaba. Pedagang kaki lima versus mal mewah. UMKM adalah versi modern dari kisah heroisme rakyat jelata. Tapi, seperti setiap kisah kepahlawanan, kita sering lupa bahwa ada harga yang harus dibayar, ada air mata yang tidak terlihat di balik cerita manis ini.

UMKM bukanlah superhero dengan jubah. Faktanya, banyak dari mereka bertahan dengan gaji seadanya, tanpa jaminan kesehatan, tanpa pensiun, dan dengan jam kerja yang lebih panjang dari hari dalam seminggu. Mereka lebih mirip pejuang jalanan yang selalu siap bertarung demi kelangsungan hidup mereka. Apakah ini benar-benar yang kita inginkan dari "tulang punggung" perekonomian kita? Tulang punggung seharusnya kuat, stabil, dan mendukung tubuh tanpa keluhan. Tapi UMKM? Mereka sering kali berjuang hanya untuk berdiri tegak.

UMKM: Tahan Banting, tapi Kenapa Terus Digeser?

Ada sebuah paradoks yang menarik di sini. Di satu sisi, kita memuji UMKM sebagai pilar ekonomi, tapi di sisi lain, kebijakan publik tidak selalu berpihak pada mereka. 

Misalnya, kebijakan pajak yang kadang terlalu menekan, atau regulasi yang lebih mendukung bisnis besar daripada mereka yang beroperasi di bawah tenda di pinggir jalan. UMKM seperti siswa teladan di sekolah yang selalu mendapatkan pujian, tapi tidak pernah diberi penghargaan atau dukungan yang layak. Mereka harus bertahan hidup di tengah derasnya arus globalisasi, digitalisasi, dan---tentu saja---krisis ekonomi global.

Ketika pandemi COVID-19 melanda, siapa yang pertama kali terkena dampaknya? UMKM. Banyak dari mereka yang terpaksa menutup bisnis, merugi, bahkan bangkrut. Saat itulah narasi "tulang punggung" ini terasa lebih sebagai slogan kosong daripada kenyataan. Tulang punggung yang kuat tidak seharusnya patah saat krisis, bukan?

Sirkus Bantuan untuk UMKM: Siapa yang Sebenarnya Mendapat Untung?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun