Mohon tunggu...
Adib Abadi
Adib Abadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Eklektik

Tertarik pada dunia buku, seni, dan budaya populer.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

UMKM Bukan Tulang Punggung Negara, tetapi Mungkin Tulang Kaki yang Keseleo

10 Oktober 2024   15:43 Diperbarui: 22 Oktober 2024   22:58 460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ILUSTRASI ibu-ibu pekerja UMKM. | Sumber gambar: Dok. Shutterstock via kompas.com

Mari kita mulai dengan satu fakta yang sering diulang-ulang seperti rekaman rusak: UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) adalah "tulang punggung" perekonomian Indonesia.

Kita mendengarnya di seminar-seminar ekonomi, ditulis di tajuk rencana media arus utama, sampai-sampai ibu-ibu pengajian pun tahu fakta ini. Tapi mari jujur sejenak---seberapa sering kita berhenti dan benar-benar mempertanyakan narasi ini?

Coba kita pikirkan. Jika UMKM benar-benar adalah tulang punggung perekonomian Indonesia, kenapa perekonomian negara ini sering terasa seperti orang yang bungkuk dan kesakitan? Apakah punggungnya salah urat? Atau mungkin, hanya mungkin, UMKM bukan tulang punggung yang kita butuhkan?

Sebagai tulang punggung perekonomian, UMKM memang menghasilkan angka-angka yang mengesankan. Kementerian Koperasi dan UKM melaporkan bahwa 64 juta UMKM berkontribusi terhadap lebih dari 60% PDB Indonesia dan menyerap hampir 97% tenaga kerja. Angka yang luar biasa, bukan? 

Tapi mari kita berpikir lebih dalam. Apakah benar UMKM menjadi solusi bagi permasalahan ekonomi negara? Atau justru keberadaan mereka lebih seperti plester yang menutup luka menganga? Mungkin UMKM ini lebih mirip dengan tulang kaki yang sering keseleo karena menopang terlalu banyak beban.

The Underdog Syndrome: Mengapa Semua Orang Jatuh Cinta pada UMKM?

Kita sebagai bangsa memang suka sekali dengan narasi pahlawan kecil melawan raksasa. David melawan Goliath. Tukang bakso versus franchise waralaba. Pedagang kaki lima versus mal mewah. 

UMKM adalah versi modern dari kisah heroisme rakyat jelata. Tapi, seperti setiap kisah kepahlawanan, kita sering lupa bahwa ada harga yang harus dibayar, ada air mata yang tidak terlihat di balik cerita manis ini.

UMKM bukanlah superhero dengan jubah. Faktanya, banyak dari mereka bertahan dengan gaji seadanya, tanpa jaminan kesehatan, tanpa pensiun, dan dengan jam kerja yang lebih panjang dari hari dalam seminggu. 

Mereka lebih mirip pejuang jalanan yang selalu siap bertarung demi kelangsungan hidup mereka. Apakah ini benar-benar yang kita inginkan dari "tulang punggung" perekonomian kita? 

Tulang punggung seharusnya kuat, stabil, dan mendukung tubuh tanpa keluhan. Tapi UMKM? Mereka sering kali berjuang hanya untuk berdiri tegak.

UMKM: Tahan Banting, tapi Kenapa Terus Digeser?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun