Mohon tunggu...
Adib Abadi
Adib Abadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Eklektik

Tertarik pada dunia buku, seni, dan budaya populer.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menguak Misteri di Balik #Desperate: Mengapa Generasi Muda Merasa Terjebak dan Bagaimana Cara Keluar?

9 Oktober 2024   12:32 Diperbarui: 9 Oktober 2024   12:34 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ILUSTRASI | Sumber: indonesiasentinel.com

Sebaliknya, generasi muda saat ini, yang tumbuh dengan teknologi, menggunakan media sosial sebagai sarana untuk menampilkan identitas dan perasaan mereka. Meskipun ini bisa menjadi cara yang efektif untuk mencari dukungan, ada risiko bahwa mereka dapat terlalu fokus pada persepsi publik dan mengabaikan langkah-langkah praktis untuk mengatasi masalah mereka.

3. Dampak Psikologis Penggunaan Tagar #Desperate

Meskipun penggunaan tagar #Desperate tampak seperti cara yang sah untuk mengekspresikan frustasi, dampaknya terhadap kesehatan mental tidak bisa diabaikan. Ketika seseorang secara terbuka menyatakan perasaan putus asa, ini dapat memperburuk situasi mereka, baik secara psikologis maupun profesional.

Menurunnya Harga Diri: Mengakui perasaan putus asa secara publik dapat menyebabkan penurunan harga diri, terutama jika tidak ada respons yang positif dari jaringan sosial mereka. Rasa tidak diterima atau diabaikan di platform yang seharusnya menjadi tempat dukungan dapat memperdalam rasa ketidakberdayaan.

Ketakutan akan Stigma Profesional: Sementara niat untuk berbagi keputusasaan mungkin bertujuan untuk mendapatkan dukungan, beberapa pencari kerja mungkin menghadapi risiko ditandai sebagai "pencari kerja yang putus asa" oleh pemberi kerja potensial. Hal ini bisa mempengaruhi peluang mereka dalam proses seleksi pekerjaan.

Siklus Negativitas yang Tidak Terputus: Terus-menerus mengekspresikan perasaan putus asa tanpa mengambil langkah untuk memperbaiki situasi dapat membuat seseorang terjebak dalam siklus negativitas. Tagar #Desperate, yang seharusnya menjadi alat untuk mencari solusi, dapat menjadi identitas yang membatasi, membuat pencari kerja sulit melepaskan diri dari narasi kegagalan.

4. Solusi Berbasis Psikologi: Mengatasi Frustasi dalam Mencari Kerja

Bagaimana kita dapat membantu pencari kerja muda keluar dari siklus frustrasi ini? 

Jawabannya terletak pada pemahaman psikologis yang mendalam dan penerapan strategi praktis yang dapat meningkatkan kesejahteraan mental mereka. Berikut adalah beberapa solusi berbasis psikologi yang dapat diterapkan:

Reframing (Mengarahkan Ulang Pemikiran): Salah satu strategi yang efektif dalam psikologi adalah reframing, yaitu mengubah sudut pandang individu terhadap situasi yang dihadapinya. Alih-alih melihat pencarian kerja sebagai rangkaian kegagalan, pencari kerja dapat belajar untuk melihatnya sebagai proses pembelajaran yang berharga. Ini akan membantu mereka membangun mentalitas yang lebih positif.

Mindfulness dan Manajemen Stres: Latihan mindfulness, seperti meditasi, bisa membantu individu untuk lebih tenang dan fokus menghadapi tantangan pencarian kerja. Mengajarkan pencari kerja bagaimana mengelola stres akan sangat bermanfaat untuk menjaga keseimbangan emosional mereka.

Peningkatan Keterampilan dan Kepercayaan Diri: Daripada hanya berfokus pada pencarian kerja, pencari kerja bisa memanfaatkan waktu ini untuk meningkatkan keterampilan mereka, baik melalui kursus online, sertifikasi, atau pelatihan. Dengan keterampilan yang lebih baik, mereka akan merasa lebih percaya diri dan memiliki nilai jual yang lebih tinggi di pasar kerja.

Membangun Jaringan yang Autentik: Alih-alih menggunakan tagar #Desperate, pencari kerja bisa fokus pada membangun jaringan yang kuat dan otentik. Interaksi yang tulus dan kolaboratif dengan rekan kerja atau profesional lainnya dapat membuka lebih banyak peluang dan memberikan dukungan emosional yang diperlukan.

5. Mengubah #Desperate menjadi #Determined

Fenomena #Desperate di media sosial bukan sekadar tren, melainkan cerminan dari dinamika sosial dan psikologis yang lebih dalam.

Generasi muda, yang dihadapkan pada ketidakpastian ekonomi dan ekspektasi yang tinggi, menggunakan tagar ini sebagai cara untuk mengekspresikan frustasi mereka. Namun, penting untuk diingat bahwa ekspresi tersebut tidak selalu membantu. Sebaliknya, dengan memahami psikologi di balik tagar ini, kita bisa merancang solusi yang lebih praktis dan efektif.

Kita perlu mengubah narasi dari #Desperate menjadi #Determined---dari pencari kerja yang terjebak dalam keputusasaan menjadi individu yang percaya diri, mampu mengatasi tantangan, dan siap menghadapi dunia kerja dengan keterampilan dan kepercayaan diri yang lebih besar. 

Tantangan dalam mencari kerja adalah bagian dari proses, dan dengan strategi yang tepat, pencari kerja bisa mengubah frustasi mereka menjadi kekuatan yang mengarahkan mereka menuju kesuksesan.

Jadi, mari tinggalkan tagar keputusasaan dan beralihlah ke tagar yang mencerminkan potensi dan nilai sejati diri kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun