Setiap ulang tahun adalah momen refleksi.
Di usia 16 tahun, Kompasiana sudah menemani kita dengan segala cerita dan diskusi yang tak terhitung jumlahnya. Seperti halnya sepotong pantun yang menanti balasan, begitu juga perjalanan Kompasiana---dimulai dari satu cerita, berlanjut ke cerita-cerita lain yang saling melengkapi. Bagi saya pribadi, Kompasiana bukan sekadar platform. Ia adalah ruang tempat saya tumbuh. Ruang untuk belajar menulis, mengasah pemikiran, dan tentu saja, berdiskusi dengan pikiran-pikiran lain yang kadang menguji batas-batas persepsi kita.Â
Dalam perjalanannya, Kompasiana memberikan kita tiga hal mendasar yang sebenarnya menjadi pilar dari pengetahuan itu sendiri: membaca, menulis, dan berdiskusi.
Kompasiana Sebagai Ruang Membaca
Sebagai tempat yang menawarkan ribuan artikel dengan beragam sudut pandang, Kompasiana menjadi ruang yang memaksa kita untuk lebih banyak membaca. Bukan hanya soal isu-isu terkini, tapi juga soal isu-isu yang jarang sekali terangkat ke permukaan. Di sini, saya belajar bahwa literasi bukan sekadar membaca cepat dan banyak, tapi juga membaca dengan hati---mengambil intisari dari setiap tulisan, meresapi sudut pandang yang berbeda, dan menguji pemahaman kita.
Saya ingat saat pertama kali bergabung dengan Kompasiana, sekitar 10 tahun yang lalu. Tulisan pertama saya mungkin tidak akan pernah saya baca ulang tanpa rasa malu yang membakar pipi. Tapi justru di situlah letak kekuatan Kompasiana. Ia memberi ruang bagi kita untuk berbuat salah, untuk belajar dari kesalahan, dan terus tumbuh. Tak ada guru yang lebih baik dari pengalaman itu sendiri.
Kompasiana Sebagai Ruang Menulis
Menulis adalah seni berpikir. Dalam Kompasiana, saya seperti diajak untuk tidak hanya mengungkapkan pemikiran saya, tapi juga merangkainya dengan baik agar bisa dipahami orang lain. Menulis di Kompasiana bukan tentang sekadar menuangkan gagasan di atas kertas digital. Ia adalah latihan bagaimana kita menyusun kata-kata yang berimbang, menjaga objektivitas, dan memastikan bahwa setiap fakta yang kita sajikan memiliki kredibilitas.
Satu hal yang membuat Kompasiana istimewa adalah bagaimana ia mendorong kita untuk menulis dengan lebih baik. Setiap kali saya menulis artikel, rasanya seperti sedang berbicara dengan teman dekat. Saya diajak untuk tetap membumi, menyusun kata-kata tanpa pretensi, dan memastikan bahwa pesan yang ingin saya sampaikan sampai kepada pembaca.
Beberapa bulan terakhir, saya kembali aktif menulis di Kompasiana setelah sekian lama absen. Ada sesuatu yang menyenangkan dari bisa berbagi cerita dan ide di sini, sesuatu yang membuat saya ingin terus menulis. Semoga semangat ini tidak padam, karena seperti iman, semangat menulis kadang naik, kadang turun.
Kompasiana Sebagai Ruang Diskusi
Selain membaca dan menulis, diskusi adalah bagian penting yang tak bisa dipisahkan dari perjalanan literasi kita. Diskusi bukan hanya tentang saling membalas komentar di bawah artikel. Lebih dari itu, ia adalah ruang di mana kita bisa mengasah pemikiran, menguji argumen, dan belajar bagaimana merespons suatu peristiwa dengan kepala dingin dan hati yang terbuka.
Kompasiana menyediakan platform yang memungkinkan diskusi semacam itu. Di sini, kita bisa bertukar pendapat, saling mengkritisi, dan pada akhirnya, memperkaya sudut pandang kita. Saya belajar bahwa tidak semua orang harus sepakat dengan apa yang kita tulis, dan justru di situlah letak keindahan dari sebuah diskusi yang sehat.