Dalam kehidupan sehari-hari, sering kali kita menemukan bahwa seseorang yang membawa bekal makanan sehat ke kantor atau sekolah langsung dianggap sedang "diet".
Padahal, makanan sehat---atau yang kini dikenal dengan istilah real food---bukanlah suatu tren diet semata, melainkan makanan yang benar-benar dibutuhkan oleh tubuh. Sebaliknya, jika kita melihat orang yang membawa fast food seperti burger atau kentang goreng, hampir tidak ada yang menanyakan apakah mereka sedang "bulking" atau berusaha meningkatkan berat badan dengan cara yang tidak sehat. Fenomena ini menunjukkan adanya salah kaprah di tengah masyarakat mengenai makanan sehat dan diet.
Membicarakan makanan sehat dalam konteks modern selalu menarik, terutama ketika istilah "diet" kerap menjadi kata yang begitu membebani banyak orang. Banyak dari kita beranggapan bahwa diet adalah usaha sementara yang dilakukan hanya untuk mencapai berat badan ideal.
Akan tetapi, diet pada dasarnya hanya berarti pola makan seseorang---apa yang kita konsumsi setiap harinya. Secara etimologis, kata diet berasal dari bahasa Yunani "diaita" yang berarti "cara hidup" atau "gaya hidup" . Dari sini kita bisa melihat bahwa pola makan sehat, yang sering disalahartikan sebagai diet, sebenarnya hanyalah cara untuk hidup dengan lebih baik, lebih sehat, dan lebih seimbang.
Salah Kaprah Tentang Diet di Masyarakat
Pengalaman sehari-hari sering menunjukkan bahwa membawa makanan sehat seperti kentang rebus dan telur ke kantor atau sekolah membuat kita disangka sedang menjalani program diet ketat.
Hal ini diperkuat dengan pengalaman pribadi, misalnya, "gua cuma makan kentang rebus 2 sama telur rebus 2, dikira lagi diet padahal cuma buat nambah kalori harian." Ini adalah contoh betapa biasnya persepsi masyarakat tentang apa yang dianggap normal dan apa yang dianggap sebagai diet. Sebaliknya, ketika seseorang membawa fast food, junk food, atau makanan yang sarat karbohidrat dan lemak, jarang sekali ada yang mempertanyakan hal tersebut.
Mengapa persepsi ini bisa terjadi? Sebagian dari kita mungkin tak sadar bahwa tren makanan sehat dan diet hanya terlihat berbeda di permukaan, padahal mereka seharusnya merupakan bagian dari gaya hidup kita sehari-hari. Seiring dengan popularitas vlogger makanan dan fenomena mukbang yang menyajikan porsi makan berlebihan sebagai konten hiburan, persepsi kita tentang porsi makanan yang normal pun menjadi terdistorsi. Pola makan yang seharusnya sederhana dan bergizi kini terlihat sebagai sesuatu yang ekstrem.
Real Food: Kebutuhan Tubuh, Bukan Tren Diet
Mengkonsumsi real food seharusnya menjadi kebiasaan normal, bukan sesuatu yang dilabeli sebagai "diet."
Tubuh manusia secara alami membutuhkan makanan yang berasal dari bahan-bahan alami, seperti sayuran, buah-buahan, protein, dan karbohidrat kompleks, untuk menjaga kinerjanya. Artikel yang diterbitkan oleh Harvard Business Review menekankan bahwa makanan yang kita konsumsi tidak hanya berperan sebagai bahan bakar fisik, tetapi juga mempengaruhi performa kognitif . Misalnya, makanan yang tinggi lemak seperti burger dan makanan cepat saji membuat tubuh bekerja lebih keras untuk mencerna, yang pada akhirnya mengurangi aliran oksigen ke otak dan menyebabkan rasa kantuk dan lesu.
Sebaliknya, makanan yang melepaskan energi secara bertahap, seperti kentang rebus, telur, dan sayuran, memberikan aliran energi yang stabil dan menjaga konsentrasi sepanjang hari. Ini adalah salah satu alasan mengapa pilihan makanan sehat bukan sekadar upaya menjaga berat badan, tetapi juga menjadi penentu penting dalam menjaga produktivitas, terutama di lingkungan kerja yang sibuk.