Mohon tunggu...
Adib Abadi
Adib Abadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Eklektik

Tertarik pada dunia buku, seni, dan budaya populer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Guru Laki-Laki Sentuh Siswa Perempuan? Pahami Dulu Konsen!

3 Oktober 2024   09:03 Diperbarui: 3 Oktober 2024   09:45 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ILUSTRASI | Sumber gambar: criminallawmatters.com

Konsep konsen juga diakui secara global sebagai dasar perlindungan terhadap integritas tubuh manusia. Di banyak negara maju, pendidikan tentang konsen sudah menjadi bagian dari kurikulum sekolah. Negara-negara seperti Swedia dan Kanada, misalnya, memasukkan pendidikan konsen dalam program kesehatan reproduksi mereka. Anak-anak diajarkan sejak dini bahwa tubuh mereka adalah hak mereka, dan tidak seorang pun berhak menyentuh mereka tanpa persetujuan (UNESCO, 2020).

Namun, di Indonesia, pendidikan konsen masih minim. Menurut penelitian dari Plan International Indonesia tahun 2019, sekitar 80% remaja Indonesia mengaku belum pernah mendapatkan pendidikan formal tentang konsen atau kekerasan seksual. Ini adalah celah besar dalam sistem pendidikan kita yang harus segera diisi.

Suara Ahli: "Konsen Adalah Kunci!"

Menurut Dr. Ratna Mumpuni, psikolog pendidikan, pemahaman yang keliru tentang konsen di sekolah bisa berdampak jangka panjang terhadap siswa. "Siswa yang tumbuh dalam lingkungan yang tidak menghargai konsen akan merasa bingung tentang batasan tubuh mereka sendiri. Mereka bisa menjadi lebih rentan terhadap pelecehan atau bahkan tumbuh menjadi pelaku yang tidak menyadari bahwa tindakan mereka salah," jelasnya.

Penegasan tentang konsen ini tidak hanya penting untuk siswa perempuan, tetapi juga siswa laki-laki. Semua anak perlu dibekali dengan pemahaman yang jelas tentang batasan fisik dan bagaimana menghormati privasi orang lain. Ini akan membentuk generasi yang lebih bertanggung jawab secara sosial.

Saatnya Sekolah Bicara tentang Konsen

Sudah saatnya kita, sebagai masyarakat, mulai mendorong sekolah untuk lebih aktif dalam mengajarkan konsen kepada siswa. Guru harus dilatih tentang bagaimana cara berinteraksi dengan siswa tanpa melanggar batas etika dan fisik. Kurikulum pendidikan harus memasukkan pelajaran tentang konsen sebagai bagian dari pendidikan karakter, bukan hanya sebagai mata pelajaran tambahan yang dianggap tidak penting.

Kita juga harus menuntut lebih banyak dari para pemimpin institusi pendidikan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan perlu mengimplementasikan program pencegahan kekerasan seksual yang menyeluruh, tidak hanya di perguruan tinggi tetapi juga di sekolah-sekolah dasar dan menengah. Program-program ini harus disertai dengan sosialisasi yang tepat kepada guru, siswa, dan orang tua.

Tidak kalah penting, peran orang tua juga sangat krusial. Orang tua harus berperan aktif dalam memberikan pendidikan tentang konsen kepada anak-anak mereka di rumah. Jangan hanya mengandalkan sekolah. Dalam lingkungan keluarga, anak-anak harus diajarkan bahwa tubuh mereka berharga, dan mereka berhak menolak jika ada yang melanggar batas privasi mereka, siapa pun itu.

Penutup: Jangan Diam, Jangan Toleransi!

Pada ahirnya, kita harus bertanya pada diri kita sendiri: Apakah kita akan terus membiarkan pelanggaran konsen ini dianggap sepele?

Jangan sampai kita menjadi generasi yang hanya melihat tanpa berbuat apa-apa. Guru laki-laki menyentuh pundak siswi perempuan tanpa izin mungkin terlihat sederhana bagi sebagian orang, tetapi di balik tindakan itu ada pesan besar yang perlu kita pahami. Ini tentang bagaimana kita mendidik anak-anak kita untuk menghargai tubuh orang lain dan diri mereka sendiri.

Sekolah harus menjadi tempat yang aman, bebas dari pelecehan dalam bentuk apapun. Dan kita, sebagai masyarakat, harus berani berkata: Tidak ada yang berhak menyentuh anak-anak kita tanpa konsen mereka!

Referensi:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun