Mohon tunggu...
Adib Abadi
Adib Abadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Eklektik

Tertarik pada dunia buku, seni, dan budaya populer.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Lebih dari Sekadar Kunjungan: Mengapa Adab Bertamu Penting untuk Masa Depan Anak

2 Oktober 2024   19:21 Diperbarui: 2 Oktober 2024   19:31 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada suatu pagi, seorang ibu muda bernama Sinta mengajak putranya, Raka, bertamu ke rumah neneknya. 

Sebelum berangkat, Sinta memberi pesan sederhana kepada Raka, "Nanti ketika sampai, ketuk pintu, sapa nenek dengan ramah, dan jangan langsung duduk sebelum dipersilakan." Mungkin pesan itu terdengar sepele, tetapi sesungguhnya, inilah awal dari pengajaran penting mengenai adab bertamu.

Sebagai orang tua, kita seringkali terlalu fokus pada prestasi akademik atau kemampuan teknologi anak. Namun, ada satu aspek yang kerap terlupakan: adab bertamu. Bagaimana anak bertindak saat berkunjung ke rumah orang lain menggambarkan seberapa baik mereka memahami nilai-nilai kesantunan dan penghormatan terhadap orang lain.

Mengapa Mengajarkan Adab Bertamu Itu Penting?

Dalam sebuah riset oleh psikolog sosial, Dr. Wendy Patrick, dia menyoroti pentingnya kesopanan dan etika dalam interaksi sosial. Menurutnya, adab bertamu bukan sekadar norma sosial, melainkan juga alat untuk membangun kepercayaan dan hubungan antarindividu. Anak yang diajarkan adab sejak dini akan tumbuh menjadi pribadi yang lebih peka terhadap lingkungan sosialnya, mampu beradaptasi, dan memiliki rasa hormat terhadap orang lain.

Namun, tantangan besar saat ini adalah bagaimana mengajarkan adab bertamu di tengah arus modernitas, di mana gawai dan media sosial seolah menjadi pusat perhatian. Banyak anak, tanpa disadari, justru cenderung asyik dengan gadget mereka saat bertamu, melupakan bahwa ada aturan tak tertulis dalam setiap interaksi sosial langsung yang harus dijaga.

"Bertamu": Sebuah Refleksi Filosofis dan Budaya

Kata bertamu berasal dari akar kata tamu, yang berarti seseorang yang datang berkunjung ke rumah orang lain.

Dalam budaya Indonesia, bertamu memiliki nilai filosofis yang mendalam. Bertamu bukan hanya sekadar aktivitas sosial biasa, tetapi juga bentuk penghormatan kepada pemilik rumah. Dalam tradisi Jawa, misalnya, bertamu sering kali diiringi dengan berbagai bentuk tata krama, seperti mengetuk pintu dengan sopan, menunggu di luar hingga dipersilakan masuk, dan tidak duduk sebelum dipersilakan. Hal ini mencerminkan kesadaran bahwa rumah orang lain adalah wilayah pribadi yang harus dihormati.

Dalam konteks modern, esensi ini sering kali terabaikan. Mengetuk pintu digantikan oleh bunyi klakson atau panggilan telepon, sementara menjaga sikap saat bertamu sering terlupakan, terutama oleh generasi muda. Orang tua memiliki peran penting untuk mengingatkan kembali nilai-nilai ini kepada anak-anak mereka.

Sapaan Dasar: Memulai Kunjungan dengan Hormat

Salah satu adab paling dasar dalam bertamu adalah sapaan yang ramah. 

Menyapa pemilik rumah dengan senyum dan kata-kata yang baik menunjukkan bahwa kita menghargai keberadaan mereka. Ajarkan anak untuk mengatakan, "Assalamu'alaikum" atau "Selamat pagi" saat pertama kali memasuki rumah seseorang. Sapaan ini bukan hanya tanda kesopanan, tetapi juga cara untuk membangun hubungan yang lebih baik dengan orang yang kita kunjungi.

Etika Duduk dan Bicara: Membangun Kesadaran Diri

Sering kali, anak-anak cenderung langsung duduk atau bahkan mengambil makanan tanpa menunggu dipersilakan. 

Padahal, dalam tradisi budaya kita, tidak duduk sebelum dipersilakan adalah bentuk kesopanan yang mencerminkan penghormatan terhadap tuan rumah. Sinta mengajarkan hal ini kepada Raka dengan cara yang sederhana, tetapi penting: "Tunggu sampai nenek bilang duduk ya, Kak. Kalau belum dipersilakan, kita berdiri dulu."

Begitu juga dengan cara berbicara. Anak perlu diajarkan untuk berbicara dengan nada yang sopan, tidak memotong pembicaraan orang dewasa, dan mendengarkan dengan baik. Ini adalah bagian dari etika bertamu yang membantu anak belajar bagaimana menempatkan diri dengan baik di lingkungan sosial.

Ucapkan Terima Kasih: Menghargai Kebaikan Tuan Rumah

Setelah bertamu, jangan lupa untuk mengajarkan anak mengucapkan terima kasih. Ini adalah bentuk apresiasi atas keramahan tuan rumah. Mengucapkan terima kasih, meskipun hanya dengan kata-kata sederhana, menunjukkan bahwa kita menghargai waktu dan usaha yang diberikan oleh tuan rumah untuk menyambut kita. Riset terbaru yang dipublikasikan dalam jurnal Psychological Science menyebutkan bahwa kebiasaan mengucapkan terima kasih dapat meningkatkan kualitas hubungan interpersonal dan membangun rasa empati yang lebih kuat.

Jangan Main Gadget Saat Bertamu: Fokus pada Interaksi Sosial

Di era digital ini, tantangan terbesar dalam mengajarkan adab bertamu adalah mengalihkan perhatian anak dari gadget. 

Saat bertamu, anak sering kali lebih tertarik pada permainan di ponsel daripada berinteraksi dengan orang di sekitarnya. Sebagai orang tua, penting untuk menetapkan aturan bahwa saat bertamu, gadget harus disimpan dan fokus pada percakapan serta interaksi langsung dengan tuan rumah.

Mengajarkan anak untuk menghargai momen bertamu tanpa gangguan gadget membantu mereka memahami pentingnya kehadiran fisik dan mental dalam interaksi sosial. Ini juga mengajarkan bahwa bertamu adalah tentang membangun hubungan, bukan hanya sekadar hadir secara fisik.

Bertamu: Lari Estafet Tak Berkesudahan

Mengajarkan adab bertamu sejatinya seperti lari estafet. 

Tongkat dalam perlombaan estafet ini mewakili nilai-nilai yang kita wariskan kepada anak-anak kita. Sebagai orang tua, kita berperan sebagai pelari yang mendapatkan tongkat dari generasi sebelumnya, lalu meneruskan tongkat itu ke anak-anak kita.

Namun, peralihan tongkat ini sering kali tidak mulus. Ada tantangan dalam mengajarkan nilai-nilai kesopanan dan etika di era modern. Banyak orang tua merasa kewalahan dengan pengaruh teknologi dan media yang menggeser fokus anak-anak dari nilai-nilai tradisional. Oleh karena itu, penting untuk terus menjaga kecepatan dan konsistensi dalam mendidik anak, agar mereka tetap memegang tongkat nilai-nilai tersebut dengan erat.

Jika kita membiarkan anak-anak kita tumbuh tanpa memegang tongkat adab dan kesopanan, mereka mungkin akan berlari dalam kehidupan tanpa panduan yang jelas. Sebaliknya, jika kita mampu memberikan mereka tongkat yang kokoh, mereka akan terus melanjutkan perlombaan kehidupan dengan penuh keyakinan dan harga diri.

Menjaga Nilai Budaya di Tengah Arus Modernitas

Adab bertamu bukan sekadar tradisi yang harus dilestarikan, melainkan nilai dasar yang mencerminkan karakter seseorang. 

Dengan mengajarkan anak-anak adab bertamu sejak dini, kita tidak hanya membentuk mereka menjadi pribadi yang santun, tetapi juga mewariskan nilai-nilai budaya yang kaya. Di tengah arus modernitas, kita harus mampu menjadi penjaga nilai-nilai tersebut, memastikan bahwa adab dan kesantunan tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sosial kita.

Pada akhirnya, bertamu bukan hanya soal mengetuk pintu dan masuk ke rumah orang lain. Bertamu adalah tentang menghormati, menjaga sikap, dan membangun hubungan yang lebih dalam dengan orang di sekitar kita. Dengan mengajarkan hal ini kepada anak-anak kita sejak dini, kita membantu mereka tumbuh menjadi individu yang peka, berempati, dan beradab dalam setiap langkah kehidupan mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun