Kebutuhan anak kecil tidak bisa diabaikan.
Mulai dari susu formula, pakaian, mainan edukatif, hingga biaya pendidikan yang semakin mahal. Namun, apa jadinya jika sebagian besar penghasilan bulanan terpaksa dialokasikan untuk melunasi hutang? Kondisi ini menciptakan dilema moral bagi banyak orang tua. Di satu sisi, mereka ingin memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Namun di sisi lain, hutang yang terus mengejar mereka seakan memaksa mereka untuk memilih antara masa depan anak atau kewajiban membayar hutang.
Banyak pasangan muda yang akhirnya mengorbankan kebutuhan anak demi melunasi hutang. Padahal, masa kecil adalah masa yang krusial dalam perkembangan seseorang. Kurangnya perhatian pada kebutuhan anak bisa berdampak pada tumbuh kembang mereka, baik dari sisi fisik, emosional, maupun intelektual. Sebuah studi dari American Psychological Association (APA) menemukan bahwa anak-anak yang tumbuh dalam keluarga yang terlilit hutang cenderung mengalami stres lebih tinggi dan memiliki rasa percaya diri yang lebih rendah.
Mendidik Anak dengan Percaya Diri, Tapi Kita Rendah Diri Karena Hutang
Salah satu tantangan terbesar bagi orang tua yang terlilit hutang adalah bagaimana mendidik anak agar tetap percaya diri, sementara diri mereka sendiri diliputi perasaan rendah diri.
Hutang sering kali membawa stigma sosial, membuat orang tua merasa gagal dalam menjalankan peran mereka sebagai penyokong keluarga. Namun, penting untuk diingat bahwa nilai diri seseorang tidak hanya diukur dari kondisi finansialnya.
Meskipun orang tua merasa rendah diri karena hutang, mereka tetap bisa membesarkan anak-anak yang percaya diri dan optimis. Menurut psikolog keluarga, kuncinya adalah transparansi yang sehat. Anak-anak tidak perlu tahu setiap detail finansial keluarga, tetapi mereka bisa diajarkan pentingnya hidup hemat, memahami perbedaan antara kebutuhan dan keinginan, serta menghargai setiap usaha yang dilakukan oleh orang tua untuk mengatasi masalah keuangan.
Hutang Harus Dibayar, Anak Harus Dididik
Bagi banyak keluarga yang terlilit hutang, ada perasaan bahwa pintu rezeki seakan terkunci.
Segala usaha yang dilakukan terasa sia-sia, karena setiap kali ada tambahan penghasilan, uang tersebut langsung habis untuk membayar hutang. Dalam situasi ini, penting bagi orang tua untuk tetap berpegang pada prinsip bahwa hutang harus dibayar, tetapi anak-anak juga tetap harus mendapatkan perhatian dan pendidikan yang layak.
Solusi dari masalah ini tidaklah mudah. Banyak orang tua yang akhirnya mencari cara untuk menambah penghasilan, baik dengan mengambil pekerjaan sampingan, memulai bisnis kecil-kecilan, atau berinvestasi dalam pendidikan diri agar bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Sementara itu, mengatur keuangan keluarga dengan lebih ketat juga menjadi langkah penting untuk memastikan kebutuhan anak tetap terpenuhi tanpa menambah beban hutang.
Refleksi: Jalan Keluar dari Lingkaran Hutang
Terjerat hutang ketika anak masih kecil adalah realitas pahit yang dihadapi banyak keluarga muda saat ini.
Namun, penting untuk diingat bahwa selalu ada jalan keluar dari setiap masalah, termasuk masalah finansial. Memutus siklus doom spending, mengatur anggaran dengan lebih bijak, dan mencari dukungan profesional, seperti konsultan keuangan, adalah langkah awal yang bisa diambil.