Mohon tunggu...
Adib Abadi
Adib Abadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Eklektik

Tertarik pada dunia buku, seni, dan budaya populer.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Gen Z dan Dompet: Antara Flexing dan Healing

2 Oktober 2024   09:59 Diperbarui: 2 Oktober 2024   10:02 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: techinasia.com

Di sinilah Loudbudgeting muncul sebagai pilihan bagi mereka yang merasa perlu 'mengontrol' kebiasaan belanja mereka. Dengan membagikan pengeluaran dan rencana keuangan kepada orang lain, mereka berharap dapat memutus siklus pengeluaran impulsif yang dipicu oleh emosi.

Apakah Loudbudgeting Solusi?

Meskipun terdengar menarik, Loudbudgeting bukan tanpa kritik.

Para ahli menyebut bahwa mempublikasikan rencana anggaran secara terbuka dapat memperburuk masalah bagi mereka yang mudah terpengaruh oleh tekanan sosial. Dalam studi terbaru yang diterbitkan oleh Journal of Consumer Psychology, ditemukan bahwa semakin banyak seseorang mempublikasikan kebiasaan finansialnya, semakin tinggi tingkat kecemasan yang mereka rasakan terhadap persepsi orang lain. Alih-alih menjadi lebih bertanggung jawab, banyak dari mereka yang justru merasa terjebak dalam siklus ingin terlihat sempurna.

Faktor lain yang harus diperhatikan adalah risiko Loudbudgeting menjadi alat pamer. Dalam dunia yang sangat dipengaruhi oleh media sosial, segala hal cenderung berubah menjadi ajang kompetisi, termasuk budgeting. Beberapa orang mungkin menggunakan platform ini untuk menunjukkan betapa 'sukses' mereka dalam mengelola keuangan, yang justru dapat memicu rasa iri dan kecemasan pada orang lain yang berada dalam kondisi keuangan yang berbeda.

"Saya mencoba mengikuti Loudbudgeting selama beberapa bulan," kata Nadia (27), seorang pekerja kreatif di Jakarta. "Awalnya, saya merasa terbantu karena bisa melihat pola pengeluaran saya dengan lebih jelas. Tapi lama-kelamaan, saya justru merasa tertekan. Ada ekspektasi bahwa saya harus selalu tampak berhasil, dan itu membuat saya lebih fokus pada citra dibandingkan disiplin keuangan."

Mengatasi Doom Spanding Tanpa Tekanan Sosial

Jadi, apa solusi bagi mereka yang terjebak dalam Doom Spanding namun merasa Loudbudgeting hanya menambah tekanan sosial? Ada beberapa pendekatan yang bisa dipertimbangkan:

1. Refleksi Diri

Mengakui bahwa pengeluaran yang didorong oleh emosi adalah langkah pertama. Pahami bahwa trauma masa kecil dapat memengaruhi keputusan keuangan Anda. Refleksi diri membantu kita menyadari akar masalah tanpa perlu mencari validasi dari luar.

2. Rencana Keuangan Pribadi

Alih-alih mempublikasikan anggaran keuangan Anda, pertimbangkan untuk membuat rencana keuangan yang personal dan realistis. Diskusikan rencana ini dengan orang-orang terdekat atau seorang profesional finansial yang dapat memberikan saran tanpa ada tekanan sosial.

3. Mindful Spending

Latih diri Anda untuk lebih sadar dalam setiap pengeluaran. Sebelum membeli sesuatu, tanyakan pada diri sendiri, "Apakah ini kebutuhan atau keinginan?" Teknik ini dapat membantu mengurangi pengeluaran impulsif yang didorong oleh emosi.

4. Mengelola Ekspektasi Sosial

Media sosial sering kali membuat kita merasa harus mengikuti standar orang lain. Cobalah untuk lebih bijak dalam menyaring informasi yang Anda terima. Ingat, keuangan adalah hal yang sangat personal, dan apa yang berhasil untuk orang lain mungkin tidak selalu cocok untuk Anda.

Kesimpulan: Loudbudgeting, Tren atau Solusi?

Loudbudgeting mungkin terlihat sebagai solusi bagi mereka yang berjuang melawan kebiasaan belanja impulsif. Namun, penting untuk menyadari bahwa ini bukanlah jawaban universal. Setiap orang memiliki latar belakang finansial dan emosional yang berbeda, dan apa yang cocok untuk satu orang belum tentu cocok untuk yang lain. Pada akhirnya, solusi terbaik untuk menghadapi Doom Spanding adalah dengan pendekatan yang lebih reflektif dan personal, bukan melalui pameran keuangan di media sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun