Mohon tunggu...
Adib Abadi
Adib Abadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Eklektik. Maverick. Freetinker.

Menulis tentang orang adalah perjalanan untuk menemukan keindahan dalam keberagaman. Setiap kisah hidup adalah sebuah karya seni yang layak untuk diabadikan.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Apakah Kita Perlu Belajar Demokrasi dari Pemilihan Ketua Osis?

26 September 2024   00:08 Diperbarui: 26 September 2024   15:48 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi banner pemilihan Osis | sman1janapria.sch.id

Di sekolah, tidak ada kebutuhan untuk membayar pemilih atau menyebarkan kampanye negatif. Semua berjalan apa adanya. Para siswa, sebagai pemilih, menghargai kejujuran dan keterusterangan, dan mereka memberikan suaranya kepada calon yang benar-benar mereka percayai. Ini adalah pelajaran yang sangat penting bagi kita semua -- bahwa demokrasi yang sehat memerlukan kepercayaan, bukan manipulasi.

Gimik dan Keseriusan

Ada perbedaan mencolok dalam cara kandidat Pilkada dan calon Ketua OSIS menjalankan kampanye mereka. Di tingkat sekolah, gimik hampir tidak ada. Anak-anak tidak perlu melakukan pertunjukan besar untuk menarik perhatian. Mereka tidak perlu tiba-tiba mengunjungi kantin dan membeli makanan untuk semua orang hanya demi citra. Mereka tahu bahwa teman-temannya akan memilih berdasarkan karakter, bukan hanya karena satu tindakan spontan.

Sebaliknya, di Pilkada, gimik politik sering kali menjadi pusat perhatian. Dari aksi-aksi simbolis seperti mendadak turun ke pasar untuk berbelanja, hingga mengundang selebriti untuk tampil bersama dalam kampanye, gimik ini bertujuan untuk memenangkan hati rakyat dengan cara yang cepat dan mudah. Namun, setelah pemilu selesai, janji-janji yang dibungkus dalam gimik ini sering kali terlupakan. Di sekolah, janji sederhana seperti menyediakan dispenser air di setiap kelas atau memperbaiki lapangan olahraga memiliki dampak langsung yang bisa dirasakan oleh semua siswa. Di Pilkada, janji-janji besar seperti pembangunan infrastruktur sering kali terasa seperti mimpi yang jauh dari jangkauan.

Ketika para kandidat Pilkada berlomba-lomba menggunakan gimik untuk memenangkan perhatian, mungkin kita perlu merenung: apakah ini benar-benar mencerminkan esensi demokrasi? Apakah kita lebih menghargai pertunjukan daripada isi? Mungkin sudah waktunya untuk kembali ke nilai-nilai demokrasi yang lebih sederhana dan jujur.

Belajar dari Kesederhanaan

Mungkinkah kita orang dewasa perlu belajar dari anak-anak sekolah? Di satu sisi, ini terdengar terlalu sederhana. Bagaimana mungkin kita bisa mengambil pelajaran dari sebuah pemilihan yang begitu kecil dan tampaknya tidak penting? Namun, di sisi lain, di balik kesederhanaan ini, ada pelajaran mendasar tentang demokrasi yang sering kali kita lupakan. Demokrasi bukan hanya soal siapa yang menang dan siapa yang kalah, tetapi juga soal bagaimana proses itu dijalankan -- apakah itu adil, jujur, dan terbuka?

Pemilihan Ketua OSIS mengajarkan kita tentang pentingnya keterhubungan langsung dengan pemilih, tentang kejujuran dalam berjanji, dan tentang menghindari gimik yang mengaburkan substansi. Di tengah suasana politik yang semakin kompleks dan terkadang penuh kepalsuan, pelajaran ini mungkin bisa menjadi cermin bagi kita orang dewasa---bahwa demokrasi, dalam bentuk yang paling murni, adalah tentang membangun kepercayaan dan memastikan bahwa setiap suara memiliki arti.

Refleksi

Pilkada 2024 akan menjadi salah satu peristiwa besar dalam demokrasi Indonesia. Kandidat akan bersaing untuk mendapatkan kepercayaan rakyat, dan kita sebagai pemilih akan dihadapkan pada berbagai pilihan. Namun, sebelum kita tenggelam dalam gemerlap kampanye dan janji-janji politik, mungkin ada baiknya kita sejenak merenung. Apa yang benar-benar kita harapkan dari demokrasi ini? Apakah kita ingin sistem yang lebih terbuka, jujur, dan terhubung dengan kehidupan kita sehari-hari? Jika iya, mungkin saatnya kita kembali melihat ke pemilihan Ketua OSIS dan mengambil pelajaran penting dari sana.

Pada akhirnya, demokrasi tidak hanya milik politisi, tetapi juga milik kita semua -- baik di gedung-gedung pemerintahan maupun di ruang-ruang kelas. Dan mungkin, di tengah politik yang sering kali terasa rumit, kita bisa belajar sesuatu yang berharga dari anak-anak sekolah tentang bagaimana demokrasi seharusnya dijalankan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun