Mohon tunggu...
Adib Abadi
Adib Abadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Eklektik

Tertarik pada dunia buku, seni, dan budaya populer.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Bangkitkan Petani, Selamatkan Sawah: Aksi Nyata di Hari Tani Nasional ke-64

24 September 2024   12:11 Diperbarui: 24 September 2024   17:48 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ILUSTRASI Petani | Sumber gambar: pxhere.com

Harga beras yang tinggi seharusnya menjadi keuntungan bagi petani. Namun kenyataannya, sistem distribusi yang tidak adil dan dominasi pasar oleh tengkulak membuat keuntungan itu justru jatuh ke tangan perantara, bukan ke petani. Petani sering kali dipaksa menjual hasil panennya dengan harga murah karena kebutuhan mendesak untuk segera mendapatkan uang tunai. Di sisi lain, ketika beras sampai ke pasar, harganya melambung karena rantai distribusi yang panjang dan biaya tambahan lainnya.

"Setiap kali musim panen, kami sering kali berada dalam posisi lemah. Tidak ada pilihan selain menjual padi dengan harga yang mereka tawarkan. Kalau tidak begitu, kami tidak bisa beli pupuk untuk musim tanam berikutnya," lanjut Pak Amin.

Bank Dunia mencatat bahwa pendapatan rata-rata petani di Indonesia berada di bawah garis kemiskinan, terutama mereka yang hanya memiliki lahan kurang dari 1 hektar. Dengan skala lahan yang kecil, sulit bagi petani untuk mencapai produktivitas tinggi yang mampu menopang kebutuhan hidup mereka. 

Di sisi lain, harga pupuk dan biaya produksi lainnya terus meningkat. Hal ini membuat mereka harus mengandalkan subsidi pemerintah, yang sering kali tidak mencukupi atau terlambat disalurkan.

Pentingnya Reforma Agraria dan Teknologi Pertanian

Hari Tani Nasional yang diperingati setiap tanggal 24 September, sebenarnya berakar dari semangat reforma agraria yang digaungkan oleh Presiden Soekarno pada tahun 1960. Saat itu, Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) disahkan untuk memberikan keadilan bagi petani dalam penguasaan lahan. Namun setelah enam dekade, tujuan reforma agraria ini masih jauh dari kata tercapai.

Dalam konteks modern, reforma agraria tidak hanya berbicara soal distribusi lahan yang adil, tetapi juga soal akses terhadap teknologi pertanian dan pasar yang lebih baik. Inisiatif seperti pertanian organik dan diversifikasi tanaman telah terbukti berhasil meningkatkan pendapatan petani di beberapa wilayah. 

Di Bali, misalnya, banyak petani yang beralih ke metode pertanian organik dengan bantuan pemerintah daerah dan LSM. Hasilnya, mereka tidak hanya mampu meningkatkan hasil panen, tetapi juga bisa menjual produk mereka dengan harga yang lebih tinggi di pasar internasional.

Namun, perubahan ini membutuhkan dukungan yang lebih luas, baik dari pemerintah maupun masyarakat. "Kami butuh akses ke teknologi yang lebih modern, pupuk yang terjangkau, dan pasar yang adil. Tanpa itu, sulit bagi kami untuk bertahan," kata Pak Amin.

Aksi Nyata: Dari Konsumen Hingga Pemerintah

Hari Tani Nasional tahun ini seharusnya menjadi momen bagi seluruh elemen masyarakat untuk beraksi nyata. Tidak hanya pemerintah yang perlu mendorong kebijakan agraria yang lebih adil, tetapi konsumen juga bisa berperan dalam mendukung kesejahteraan petani. 

Dengan membeli produk-produk pertanian lokal, terutama dari petani kecil, konsumen bisa membantu meningkatkan pendapatan mereka. 

Selain itu, program-program sosial seperti pengembangan koperasi tani dan pembukaan akses pasar langsung antara petani dan konsumen juga harus terus didorong.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun