Mohon tunggu...
Adib Abadi
Adib Abadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Eklektik. Maverick. Freetinker.

Menulis tentang orang dan peristiwa adalah perjalanan untuk menemukan keindahan dalam keberagaman. Setiap kisah hidup adalah sebuah karya seni yang layak untuk diabadikan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jendela Waktu ke Masa lalu

21 September 2024   13:20 Diperbarui: 21 September 2024   13:53 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejarah seringkali dianggap sebagai urusan catatan dan angka---buku tebal penuh tanggal, nama, dan peristiwa.

Tetapi apakah benar hanya melalui dokumen-dokumen resmi kita dapat memahami masa lalu?

Jika ingin menghidupkan kembali sebuah era, merasakan detak jantungnya, dengarkanlah kisah yang diceritakan melalui karya sastra.

Dari Shakespeare hingga Pramoedya Ananta Toer, karya sastra adalah cermin dari zaman yang menciptakannya---lebih dari sekadar kata-kata, mereka adalah jendela menuju masa lalu yang hidup dan berdenyut.

Sastra tidak hanya mencatat peristiwa, tetapi juga menggambarkan bagaimana manusia menjalani kehidupan di dalam peristiwa itu.

Charles Dickens, misalnya, menggambarkan kehidupan keras di Inggris era Victoria, di mana kesenjangan sosial dan kemiskinan menjadi tema yang berulang dalam novel-novelnya.

Melalui tokoh-tokohnya, kita dapat merasakan keputusasaan sekaligus harapan yang bergetar di antara mereka.

Dengan membaca Oliver Twist atau David Copperfield, kita tidak hanya tahu tentang kemelaratan di Inggris abad ke-19, tetapi kita bisa merasakan bagaimana rasanya hidup di dalamnya.

Kekuatan Sastra dalam Menghidupkan Sejarah

Mengapa kita perlu beralih ke sastra untuk mempelajari sejarah? Bukankah data historis sudah cukup?

Tentu, data memberi kita fakta, tetapi fakta saja tidak selalu dapat menggambarkan makna emosional dari suatu peristiwa atau zaman.

Sastra, di sisi lain, mampu melampaui batasan fakta-fakta kaku. Seperti yang dikatakan oleh penulis sejarah literer Philippa Gregory, "Fiksi sejarah lebih mampu menangkap nuansa hidup yang sebenarnya daripada catatan sejarah yang dingin."

Mari kita lihat contoh nyata dari Indonesia sendiri. Jika ingin memahami bagaimana perjuangan kemerdekaan terasa bagi rakyat kecil, bacalah novel Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer.

Di dalamnya, kita tidak hanya mendapati catatan perlawanan terhadap penjajah, tetapi juga kompleksitas emosi, dilema moral, dan ketegangan sosial yang dialami para tokoh.

Melalui kisah-kisah seperti ini, kita diajak merasakan pergolakan jiwa mereka, sesuatu yang seringkali tidak kita temukan di buku teks sejarah.

Cerminan Zaman dalam Karya Sastra

Karya sastra selalu mencerminkan konteks sosial dan politik dari zaman mereka.

Sebuah studi di Journal of Historical Fictions menyebutkan bahwa sekitar 73% dari karya sastra yang dihasilkan pada masa revolusi sosial atau perang besar mencerminkan kondisi tersebut secara langsung atau tidak langsung.

Misalnya, novel Perang dan Damai karya Leo Tolstoy bukan sekadar kisah tentang keluarga aristokrat Rusia, tetapi juga cerminan kegelisahan nasional saat itu terhadap invasi Napoleon.

Dalam skala yang lebih kecil, karya-karya dari periode yang lebih tenang seperti The Great Gatsby karya F. Scott Fitzgerald mencerminkan dekadensi dan kehampaan moral masyarakat Amerika pada era Jazz setelah Perang Dunia I.

Sejarah, dalam hal ini, tidak selalu tertulis secara eksplisit di halaman buku. Terkadang, ia hadir dalam dialog sehari-hari atau dalam pilihan-pilihan kecil yang dibuat karakter-karakternya.

Di sinilah letak keindahan sastra sebagai medium sejarah---ia tidak hanya menceritakan apa yang terjadi, tetapi juga bagaimana peristiwa-peristiwa tersebut dipahami oleh orang-orang yang mengalaminya.

Menyaksikan Sejarah melalui Makna

Sebagai seorang pembaca yang dibesarkan dengan cerita-cerita klasik, saya dapat merasakan betapa kuatnya pengaruh sastra dalam membantu saya memahami sejarah.

Ketika pertama kali membaca To Kill a Mockingbird karya Harper Lee, saya tidak hanya belajar tentang segregasi rasial di Amerika Serikat, tetapi juga tentang rasa takut, ketidakadilan, dan kemanusiaan yang dirasakan oleh mereka yang hidup di dalamnya.

Meskipun saya tidak pernah mengalami ketidakadilan rasial secara langsung, melalui mata tokoh Scout Finch, saya bisa merasakan ketegangan dan kesedihan yang menyelimuti masa itu.

Pengalaman ini membuktikan bahwa sastra memungkinkan kita untuk berempati dengan masa lalu---sesuatu yang sering kali tidak bisa dilakukan oleh buku sejarah konvensional.

Alih-alih hanya mengetahui fakta-fakta tentang peristiwa penting, kita bisa memasuki pikiran dan hati tokoh-tokoh fiksi yang mewakili kehidupan nyata di masa itu.

Fakta vs Fiksi dalam Memahami Sejarah

Namun, bukankah sejarah fiksi hanya itu---fiksi? Tidakkah kita perlu berhati-hati dalam mengandalkan sastra sebagai sumber sejarah?

Memang, penting untuk mengakui bahwa karya sastra tidak selalu memberikan gambaran faktual yang akurat.

Seperti yang diungkapkan oleh filsuf Alex Rosenberg, "Sastra tidak menyampaikan pengetahuan atau pemahaman dalam bentuk yang sama dengan sains atau sejarah."

Tetapi di sisi lain, ada nilai yang tak ternilai dalam cara sastra menggambarkan keadaan emosional dan moral dari suatu periode sejarah.

Jika sejarah akademis adalah peta, maka sastra adalah lanskap tiga dimensi yang mengisi kekosongan pada peta itu.

Kita mungkin bisa mengetahui tanggal Revolusi Prancis dari buku teks, tetapi melalui novel-novel seperti A Tale of Two Cities karya Charles Dickens, kita bisa merasakan kekacauan, ketakutan, dan kebrutalan dari masa itu.

Memahami Zaman melalui Karya Sastra

Penulis Amerika John Steinbeck pernah berkata, "Sastra besar selalu tentang manusia dan kebangkitannya melawan hal-hal yang menghancurkannya: kelaparan, kemiskinan, ketidakadilan, dan keputusasaan." 

Pernyataan ini sangat relevan ketika kita melihat bagaimana novel-novel seperti The Grapes of Wrath tidak hanya mencerminkan krisis ekonomi Amerika di masa depresi, tetapi juga bagaimana manusia berjuang untuk mempertahankan martabatnya di tengah kehancuran.

Kutipan ini menunjukkan betapa dalam karya sastra dapat mengajak kita untuk melihat sejarah bukan hanya sebagai serangkaian peristiwa, tetapi sebagai perjalanan emosional dan spiritual manusia.

Humor dan Gaya Bahasa

Namun, belajar sejarah melalui sastra tidak selalu harus serius dan muram. Banyak penulis menggunakan humor dan ironi untuk menggambarkan absurdnya situasi di zaman mereka.

Misalnya, dalam Catch-22 karya Joseph Heller, perang yang biasanya digambarkan dengan kesan heroik dan serius, dibingkai dalam absurditas yang tragis.

Humor ini, walaupun satir, memungkinkan kita untuk melihat perang dari perspektif yang lebih manusiawi---di mana kebodohan birokrasi dan absurditas situasi sering kali lebih mematikan daripada peluru itu sendiri.

Sastra sebagai Guru Sejarah yang Tak Disengaja

Pada akhirnya, kita harus memahami bahwa sejarah tidak hanya tentang tanggal dan peristiwa.

Sejarah juga tentang bagaimana manusia merasakan masa lalu mereka. Dalam hal ini, sastra menawarkan sesuatu yang unik---kemampuan untuk membuat kita hidup kembali dalam emosi, dilema moral, dan pengalaman yang membentuk suatu era.

Melalui karya sastra, kita dapat melihat masa lalu tidak hanya sebagai sesuatu yang telah berlalu, tetapi sebagai sesuatu yang terus hidup dalam kata-kata dan kisah-kisah yang diceritakan.

Jadi, jika Anda ingin benar-benar memahami sejarah, jangan hanya membaca buku-buku teks. Ambillah novel klasik, dan biarkan cerita-ceritanya membawa Anda melintasi waktu---ke masa lalu yang lebih hidup dan lebih nyata daripada yang pernah Anda bayangkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun