Secara kebetulan yang terjadi belakangan adalah, isu yang laku bagi khalayak adalah isu mengenai kekerasan, pembunuhan, bom, teroris, dan carut-marut politik. Maka, sebuah acara berita tidak akan pernah lepas dari isu-isu demikian. Masyarakat madani keranjingan atau memiliki obsesi berlebih terhadap hal yang kontroversi dan bombastis. Kegemaran khalayak akan hal tersebut merupakan lumbung uang bagi para pemilik media massa. Maka, selama penikmat bad news masih setia, selama itu pula televisi akan menyiarkan berita buruk. Pun jika bukan karena ingin berjualan, jangan lupakan politik redaksi yang dianut sebuah media massa. Misalkan sebuah kantor media massa terus-menerus menyiarkan tentang kegiatan seorang Politikus X meskipun berita tersebut tidak laku dijual. Namun karena politik redaksi yang dianut kantor media massa tersebut mengharuskan menyiarkan berita tentang si Politikus X secara berkala, maka mau-tidak mau hal tersebut dilakukan juga. Kalau tidak begitu, nanti dapur kita nggak ngebul, pak. Iya sihhh... Lupakan.
Dunia sebenarnya tidak segawat yang ditayangkan oleh televisi. Justru di balik kegawatan yang ditawarkan tersebut, kantong para pemilik media semakin menggembung. Dunia memang gawat, tetapi bukan berarti stok orang baik dan hal-hal baik telah habis. Masih banyak hal indah di dunia ini melebihi buaian realitas fana yang ditampilkan oleh televisi dan berita. Karena menurut Pramoedya, kehidupan ini seimbang, barang siapa yang hanya memandang pada keceriaannya saja, dia orang gila. Dan barang siapa yang hanya memandang pada penderitaannya saja, dia sakit.
Yang pasti sekarang, Anda harus memastikan, apakah suami atau istri Anda benar-benar sesuai jenis kelaminnya atau tidak?
Adia PP
Bandung, 15 Juli 2016 Â