Mohon tunggu...
Adian Saputra
Adian Saputra Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Menyukai tema jurnalisme, bahasa, sosial-budaya, sepak bola, dan lainnya. Saban hari mengurus wartalampung.id. Pembicara dan dosen jurnalisme di Prodi Pendidikan Bahasa Prancis FKIP Unila. Menulis enggak mesti jadi jurnalis. Itu keunggulan komparatif di bidang kerja yang kamu tekuni sekarang."

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bandar Lampung Entitas Santri Perkotaan yang Cerdas, Sebuah Gagasan

25 Mei 2015   23:15 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:36 403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Perkembangan sebuah kota kadang dilihat dari kemajuan ekonomi di wilayahnya. Jika sebuah kota padat dengan kendaraan yang bagus, megah dan banyaknya mal yang ada, serta ramainya lalu lintas, pasti dibilang kota yang maju. Dan persepsi orang soal itu memang sudah lazim. Kita memandang kemajuan sebuah kota tatkala hiruk pikuk penduduknya dengan aktivitas perniagaan, bisnis, dan sebagainya menjadi pemandangan yang lumrah. Pendek kata, maju tidaknya sebuah kota hanya dilihat dari sisi bangunan fisik dan jumlah uang yang beredar di kota itu.

Bandar Lampung sebagai kota yang berusia 300-an tahun juga sama dan sebangun dengan kota lain di Indonesia. Kota ini resmi berdiri pada 17 Juni 1682. Bahkan, terbilang maju jika tolok ukurnya adalah jumlah bangunan yang ada, serta aktivitas warga yang padat. Dengan penduduk hampir satu juta orang, kota ini bergerak menjadi daerah yang metropolis. Ditambah dengan penduduk yang berasal dari banyak suku bangsa, menjadikan kota ini relatif tumbuh dan berkembang dengan baik.

Sejujurnya, di luar Sumatera, kata Bandar Lampung belum begitu dikenal. Kebanyakan orang hanya tahu Lamoung tanpa tahu Bandar Lampung sebagai ibu kota provinsi. Bahkan, banyak artis, pesohor, dan sosialita yang hanya paham dengan Lampung. Buat mereka, Lampung itu ya provinsi ya kota.

Mengapa demikian? Satu yang menjadi rerata jawaban karena Bandar Lampung relatif tidak punya ciri khas jika dibandingkan dengan kota lain. Tidak ada satu penanda bahwa kota ini memang layak menjadi representasi yang unik. Jika dibilang jalan masuk ke Sumatera, tidak juga karena Kabupaten Lampung Selatan dengan Pelabuhan Bakauheni dan Bandara Radin Inten II-lah yang dikenal.

Jika disebut juga kota budaya, tidak begitu pas karena tradisi ke-Lampung-an di kota ini juga tidak begitu melekat. Beda dengan beberapa daerah lain yang punya akar tradisi budaya Lampung yang cukup kental. Taruhlah seperti Kabupaten Lampung Barat, Lampung Selatan, Pesawaran, dan sebagainya.

Bandar Lampung memang tumbuh menjadi kota dengan tingkat perniagaan yang cukup tinggi. Namun, belum juga memberikan bekas yang mudah diingat orang. Disebut kota pendidikan pun belum mewakili. Meski banyak kampus di kota ini, baik negeri maupun swasta, kesan kota edukasi tak begitu melekat. Masih "kalah" dengan Kota Metro yang sedang menisbatkan diri menjadi kota pendidikan.

Ruang publik pun di kota ini tak begitu banyak. Sulit menemukan alun-alun kota yang benar-benar dianggap sebagai ruang terbuka publik. Ada memang semacam Lapangan Saburai, PKOR Way Halim, dan lainnya. Namun, belum menunjukkan kekhasan bahwa memang kota ini ramah dengan ruang terbuka publik.

Jangan salah menilai opini ini. Bukan berarti sama sekali tak ada keunggulan yang bisa dijadikan ikon buat Bandar Lampung. Jangan pula diartikan, kalau kota ini bukan semua, lantas disebut "kota yang bukan-bukan".

Ada satu yang menggelitik perhatian penulis melihat kecenderungan kota ini dalam setahun terakhir. Dan barangkali tak semua warga kota melihat ini sebagai satu noktah untuk dijadikan ciri khas sekaligus membentuk karakter warganya. Apa itu? Sisi religiositas.

Hampir saban perhelatan hari besar umat Islam, perayaan yang dilakukan cukup banyak dan meriah. Masjid cukup padat disesaki umat Islam yang ingin mendengarkan tausiah. Kebetulan juga, istri Wali Kota Herman HN, Eva Dwiana punya majelis taklim yang saban bulan mendatangkan ustaz kondang. Dan peserta dari kaum ibu, luar biasa banyaknya. Masjid Al Furqon di bilangan Lungsir, Bandar Lampung kadang tak muat menampung ribuan jemaah yang kesemuanya kaum Hawa.

Satu yang menarik minat penulis ialah, keberadaan pondok pesantren di kota ini ternyata tetap hidup di tengah arus zaman yang makin mengglobal. Dan peran serta pondok pesantren di perkotaan ini tidak bisa dianggap kecil. Meski tidak tersebar merata di hampir semua kecamatan atau kelurahan di Bandar Lampung, keberadaan pondok pesantren di sebuah wilayah perkotaan semacam Bandar Lampung cukup menarik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun