Saya menyimpan rapat-rapat kejadian sekitar tahun 2008 ini. Termasuk juga ke keluarga dan teman dekat.
Namun, beberapa tahun lalu bocor juga. Beberapa teman mendesak saya apakah benar seorang teman mereka sudah mualaf dan saya menjadi saksinya. Waduh, kok jadi serius begini awalan artikel ini, hahaha.
Sekitar tahun 2008 itu saya didatangi seorang teman kala sekolah dulu. Kalau soal interaksi masa sekolah ya lumayan intensif. Makanya kaget juga waktu dia bicara bagaimana kalau mau masuk Islam.
Teman ini bilang ia tidak mau kasih tahu siapa-siapa. Ia lebih nyaman cerita kepada saya dan meminta saya sebagai saksi syahadatnya. Mungkin karena dulu sewaktu sekolah saya aktif di organisasi, teman ini percaya.Â
Kami kemudian mengobrol ringan. Karena kapasitas keilmuan saya soal agama ini masih rata-rata air, saya menjelaskan yang pokok-pokok saja. Misalnya salat.
Teman ini mengerti karena sering lihat kami dulu kalau pas kumpul begitu dengar azan langsung salat jemaah. Bisa di masjid, bisa pula di rumah teman yang kebetulan jadi tempat nongkrong.
Saya punya prinsip, niat baik jangan ditunda. Karena niat teman ini baik, saya langsung mengajarinya mengambil air wudu.
Setelah itu memberikan pelajaran singkat soal tata cara salat. Dia mengerti dengan cepat.
Hari itu juga saya ajak dia ke sebuah musala dan kawan tadi berikrar syahadat. Alhamdulillah.
Saya kemudian intens memberikan bekalan sejauh yang saya tahu. Saya juga komunikasi dengan beberapa teman ustaz untuk ke depan mengajarinya tentang agama.
Seminggu cukup intens ngobrol soal agama, khususnya salat. Pernah pula saya ajak ia jumatan di sebuah masjid. Sejauh ini oke-oke saja.