Waktu SMA kelas I saya sudah aktif di OSIS. Posisi saya wakil ketua bidang ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.Â
Ini bidang pertama dari delapan bidang yang ada di OSIS. Kelak pas kelas II saya didapuk menjadi ketua umum OSIS.
Kegiatan bidang ini tentu tidak jauh-jauh dari urusan keagamaan. Misalnya menjadi panitia hari besar Islam dan lainnya. Saat Ramadan, kami dimasukkan ke panitia zakat. Amil zakatlah istilahnya.
Dahulu, sekolah memberikan imbauan kepada siswa agar zakat fitrahnya ditunaikan melalui sekolah. Para guru agama menjadi amil zakat dan menerima zakat fitrah itu. Sebab, merekalah yang tahu bagaimana mendoakan muzaki yang sudah menunaikan zakat fitrahnya.
Angkatan saya saja ada 400-an orang. Belum yang kelas II dan III. Jelang akhir masa sekolah sebelum Lebaran, semua beras ada di kelas masing-masing.
Kami yang ada di OSIS kemudian membantu guru untuk mengeksekusi beras-beras itu. Sebagian siswa mengonversinya dengan uang untuk kemudian dibelikan beras sebagai makanan pokok orang Indonesia.
Usai semua beras dihimpun, tugas berikutnya adalah memberikan beras dan uang kepada mustahik. Nama-nama penerima ada di daftar para guru yang menjadi amil. Saya dan beberapa teman kebagian tugas mengantarkan beras dan uang itu kepada mustahik.
Kebanyakan memang warga di sekitar sekolah. Itulah pengalaman menarik buat saya.
Ternyata di gang-gang dekat sekolah kami memang masih banyak masyarakat prasejahtera. Mereka memang layak untuk mendapat zakat fitrah.
Kehidupan mereka memang susah. Rumahnya pun kebanyakan reot. Sebagian besar juga hanya menumpang.
Tanah dan rumah itu mereka tempati saja karena kebaikan si empunya rumah. Ada juga yang menyewa dengan harga murah.