Pemimpin Redaksi Lampung Post sewaktu saya masih bekerja, Djadjat Sudradjat namanya, pernah cerita dalam sebuah obrolan kepada kami. Waktu itu sedang dekat masa tes menjadi PNS.Â
Beberapa teman mencoba peruntungan dengan ikutan tes jadi PNS. Kantor pun mempersilakan. Tidak ada masalah untuk itu.
Yang menarik adalah cerita dari Pak Djadjat. Ia bercerita, sewaktu menjadi reporter koran Media Indonesia (grupnya Lampung Post dan MetroTV), banyak pengalaman lapangan yang berkesan. Satu yang saya ingat, Djadjat cerita betapa pekerjaannya sebagai wartawan membuatnya punya akses ke siapa saja.Â
Termasuk kepada menteri. Itu nyata terjadi. Yang menarik, Djadjat ketemu dengan rekan-rekan kuliahnya yang bekerja sebagai PNS di beberapa kementerian.
Kawan-kawan beliau cerita, enak amat jadi wartawan seperti Djadjat. Bisa dapat akses relatif mudah ketemu narasumber. Termasuk bos mereka di kementerian atau kedinasan.Â
Padahal mereka saja tak ada waktu untuk ngobrol barang sejenak padahal sekantor. Namun, kepada Djadjat yang wartawan, menteri itu kayak gampang sekali bikin janji untuk wawancara.Â
Pak Djadjat cerita itu tanpa bermaksud jemawa. Ia hanya cerita. Bahwa menjadi jurnalis itu memudahkan karena konten yang hendak dibikin itu menyangkut hajat hidup orang banyak.Â
Ada hal yang mau diverifikasi kepada narasumber. Kebetulan narasumbernya menteri.
Pak Djadjat kini anggota DPRD Banyumas, kampung halaman dia. Usai lulus dari UI, ia bekerja di Media Indonesia, surat kabar milik Surya Paloh yang satu grup dengan Lampung Post tempat saya kerja. Waktu saya masuk Lampung Post tahun 2004 sebagai korektor bahasa, Pak Djadjat ini pemimpin redaksinya.
Usai di Lampung Post, Pak Djadjat menjadi direktur pemberitaan setara pemimpin redaksi di Media Indonesia. Ia juga sering tampil di MetroTV.Â
Ia juga dikenal sebagai penulis yang bagus. Kolom Refleksi-nya di Lampung Post kala itu sangat dinanti pembaca. Djadjat penulis esai yang bagus menurut saya. Esainya hidup dan kita mendapat pencerahan kala membacanya.