Saya menonton pertandingan antara Timnas Indonesia dengan Filipina di RCTI+ beberapa hari lalu. Alhamdulillah saat menonton lancar saja. Televisi di rumah belum bisa mengakses apa yang namanya siaran digital.
Sepanjang pertandingan, saya terganggu dari narasi yang acap diucapkan presenter dan komentatornya. Kala Asnawi dkk bertanding, di pertandingan lain Thailand jumpa Kamboja. Publik Indonesia sih berharap Indonesia menang dan Thailand seri lawan Kamboja.
Tujuannya supaya kita juara grup dan di semifinal bertemu Malaysia atau Singapura. Soalnya kalau kita peringkat dua dan ini kejadian betulan, kita bakal ketemu Vietnam. Vietnam diprediksi jadi hantu bagi timnas kita.
Kita akhirnya sama-sama tahu. Jumat nanti kita betulan ketemu Vietnam. Pertandingan pertama akan digelar di Stadion Utama Gelora Bung Karno.
Saya ingin menyoroti narasi yang acap dikemukakan presenter dan komentator. Nadanya, bagi saya ya, kok rendah diri alias inferior banget. Seolah-olah kita bakal ketemu satu timnas yang superior yang namanya Vietnam. Seolah-olah sudah ada inferioritas di timnas kita kala jumpa Vietnam.
Waktu lawan Thailand juga sama sih. Ada nada kerendah-dirian komentator soal kualitas timnas kita. Betul kita sering kalah. Tapi kan itu ada jeda waktu dengan sekarang. Memang, permainan Asnawi dkk masih perlu perbaikan. Tapi jangan sampai mengumbar narasi yang seolah-olah kalau jadi runner up langkah kita lebih berat karena jumpa Vietnam.
Lho memangnya Malaysia tidak berat? Apakah kalau kita juara grup dan akhirnya di semifinal ketemu Harimau Malaya ini ada jaminan kita menang? Kan enggak? Malaysia masih mending sudah pernah juara AFF, kita enam kali finalis saja.
Jadi, pesan saya untuk presenter dan komentator bola, tidak perlulah membuat narasi semacam itu. Mungkin itu analisis ya. Tapi mesti tetap dibangun optimisme. Uraikan saja fakta-fakta dalam pertandingan. Jangan dibilang, "langkah kita akan berat karena di semifinal akan bertemu dengan Vietnam."
Argentina waktu Piala Dunia saja kalah di awal dengan Arab Saudi. Habis itu gas pol sampai final dan juara.
Saya senang tuh kalau ada presenter bola yang rajin mengucapkan "alhamdulillah", "nikmat Tuhan mana lagi yang kau dustakan, Asnawi", dan ucapan-ucapan lain.
Meski presenter dan komentator bola mesti independen, ya namanya juga orang Indonesia, mesti kasih narasi penyemangat juga. Jangan malah kami yang mendengarnya jadi enek gara-gara artikulasi yang diujarkan sarat pesimisme.