Saya tak punya kampung halaman yang jauh dari domisili sekarang. Jadi, kalau ditanya bagaimana rasanya mudik, saya tak paham. Kalau di antara kita tak pernah mudik lantas berkoar-koar soal mudik, lebih baik bijaksana memandangnya. Bukan apa-apa. Bagi yang tak pernah merasakan mudik, pasti cara pandangnya berbeda dengan yang saban tahun mudik.
Akan tetapi, memberikan sumbangan pemikiran tentu boleh-boleh saja seputar mudik.
Mungkin menyimpan rasa kangen kepada orangtua dan kampung halaman itu punya suasan tersendiri. Apalagi kalau sampai bertahun-tahun tidak pulang. Tapi, jangan pula kita ngiri sama mereka yang mudik.
Setidaknya, kita patut bersyukur jika tak mudik lantaran domisili kita dan orangtua berdekatan. Bahkan, saban hari bertemu mereka. Saya mencatat beberapa keuntungan mereka yang tak mudik.
Pertama, rezeki di tempat sendiri
Banyak orang merantau mencari nafkah sampai keluar negeri. Menahan kangen dengan tanah air dan orangtua. Bahkan anak istri ditinggal. Menahan kangen itu berat kan, hehehe.
Lebih enak mereka yang bekerja di negeri sendiri. Bisa merawat orangtua sekaligus bekerja. Ada apa-apa, kita bisa menjaga orangtua. Termasuk juga mendarmabaktikan diri di lingkungan terdekat.
Kedua, lebih ada kans berbakti kepada orangtua
Wujud berbakti kepada orangtua memang malam-malam. Setiap orang beda-beda. Namun, lantaran kedekatan itu juga, kita bisa merasakan dekat dengan orangtua. Lazim orangtua itu hanya berdua saja suami-istri saat usia makin sepuh.
Kala pendengaran orangtua sudah berkurang dan tatapan mata makin lamur. Di situlah kita bisa mendarmabaktikan diri kepada mereka. Tentu tanpa melepas aktivitas kerja sehari-hari.
Ketiga, khusyuk ibadah 10 hari terakhir Ramadan