Mohon tunggu...
Adian Saputra
Adian Saputra Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Menyukai tema jurnalisme, bahasa, sosial-budaya, sepak bola, dan lainnya. Saban hari mengurus wartalampung.id. Pembicara dan dosen jurnalisme di Prodi Pendidikan Bahasa Prancis FKIP Unila. Menulis enggak mesti jadi jurnalis. Itu keunggulan komparatif di bidang kerja yang kamu tekuni sekarang."

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Ramadan dan Jurnalisme Air Mata

25 Mei 2018   10:23 Diperbarui: 25 Mei 2018   10:33 541
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (harian kompas)

Selama Ramadan ada banyak buka puasa bersama dilakukan, baik yang dilakukan komunitas tertentu atau perusahaan. Sebagian besar di antaranya menyertakan anak-anak yatim dari beberapa lembaga amil zakat. Program-program yang ditujukan kepada para duafa juga banyak dilakukan. Termasuk kami yang mengelola portal berita kecil Jejamo.com.

Banyak juga lembaga kemanusiaan yang memberikan bantuan uang tunai dan barang kepada para duafa. Ada juga yang setiap hari membagi-bagikan makanan berbuka puasa kepada orang-orang miskin.

Media massa juga dipadati dengan liputan dan berita-berita kemanusiaan. Cerita soal orang-orang papa yang bergelut dengan hidup yang keras selama Ramadan. Cerita soal mereka yang miskin namun tetap semangat dalam beribadah. Ada juga artikel-artikel tentang orang-orang kecil yang dicoba sakit oleh Allah swt. Pendeknya, Ramadan ini kita disajikan dengan banyak berita soal kedermawanan sosial atau filantropi.

Dalam konteks ini, kita senang bahwa banyak orang peduli dengan orang miskin. Makin banyak muzaki yang membantu para mustahik. Dan dalam konteks media massa, makin banyak kegiatan sosial yang mendapat tempat di ruang-ruang koran, portal, televisi, dan radio.

Ini juga membuktikan kalau banyak lembaga zakat, lembaga kemanusiaan yang sadar media. Ini adalah bentuk pertanggungjawaban mereka terhadap program yang sudah diusung. Sekaligus sebagai bentuk menjaga kepercayaan donatur yang sudah menitipkan uang dan barang untuk diberikan kepada yang membutuhkan.

Maka itu, beberapa lembaga zakat dan lembaga kemanusiaan menjalin kerja sama yang harmonis dengan media massa. Mereka sering mengajak wartawan untuk meliput daerah yang sedang terkena bencana, ke rumah orang miskin yang sedang sakit, atau mengajak berbuka puasa anak-anak yatim.

Dari situ, sebaran berita soal kedermawanan sosial, wabilkhusus selama Ramadan, banyak terserak di media massa.

Feature-feature yang disajikan pun memikat hati. Betapa kesulitan orang miskin dalam menjalani hidup, khususnya selama Ramadan, didedahkan dengan memikat. Disajikan dengan rapi. Ditulis dengan narasi yang enak dibaca.

Apa makna dari semua itu? Sebetulnya media massa sedang berupaya menggugah kesadaran lebih banyak orang kaya dan mampu agar mau membantu sesama. Media massa sedang memberikan perspektif bahwa orang susah di sekitar kita masih banyak. Oleh sebab itu, mereka wajib dibantu.

Penayangan artikel-artikel kemanusiaan sebetulnya ingin mengajak lebih banyak korporasi mengucurkan bantuannya kepada mereka yang tidak punya. Bentuknya beragam. Bisa dalam bentuk renovasi rumah yang tak layak, bantuan modal usaha kecil, sampai bantuan untuk pengobatan.

Ini adalah sinergi yang wajib dilakukan. Meski dalam UUD 1945 orang miskin itu dipelihara negara, masyarakat sipil juga punya peran. Apalagi dalam konteks agama Islam di mana setiap muslim itu ada saudara yang wajib dibantu.

Dalam sebuah hadis diceritakan, di sebuah kapal berkumpul banyak orang. Ada yang duduk di bagian atas, ada pula yang duduk di bawah. Masalahnya adalah air minum hanya ada di bagian atas. Sehingga orang yang di bawah mesti ke atas untuk meminta air. Karena sering bolak-balik, orang di bagian atas sering tepercik. Maka, orang di atas masa bodoh dengan orang di bawah. Mereka kemudian tak mengizinkan orang di bawah ambil air di atas.

Jika itu terjadi, cara paling gampang orang di bawah mengambil air adalah dengan membocorkan lambung kapal agar bisa dapat air. Air memang didapat tapi kapal akan tenggelam dan memusnahkan semua penghuninya.

Ini amsal kepada kita bahwa jika tak ada kepedulian untuk membantu para duafa, akan terjadi pergesekan sosial. Akhirnya ada orang yang mencuri hanya sekadar ingin makan, orang mencopet demi kebutuhan dapur rumahnya, dan sebagainya.

Untuk itulah, semua muzaki, dengan apa pun kontribusinya, mesti membantu saudaranya yang papa.

Media massa hadir menjembatani itu. Media massa membuat liputan yang menarik sehingga memberikan gambaran betapa banyak orang yang mesti dibantu. Kabar soal mereka yang duafa kemudian dibaca banyak orang lewat media massa.

Sinergi media massa dan lembaga zakat atau lembaga kemanusiaan kemudian membuat makin banyak orang mau membantu. Sinergi semacam ini setidaknya mempercepat upaya kita membantu saudara-saudara yang membutuhkan.

Satu pekerjaan penting para Jurnalis tentu saja menyajikan profil orang-orang miskin itu dengan baik. Bikinkah dengan tulisan yang memikat. Tak sekadar mendedahkan perihal kesulitan mereka. Tapi juga memberikan informasi yang inspiratif bahwa di tengah kesulitan, mereka tetap optimistis. Meski miskin, mereka tidak mau meminta-minta. Meski duafa, mereka tipikal pekerja keras. Meski papa, mereka masih menyisihkan untuk juga berderma. Masya Allah.

Dengan paparan demikian, harapan kita adalah deraian air mata dari pembaca akan menjadi simpati tersendiri. Jika lebay sampai mengucurkan air mata, mungkin rasa empati yang muncul.

Tapi deraian air mata dan simpati saja tidak cukup. Deraian air mata dipicu karya jurnalistik yang memikat tadi mesti mengejawantah dalam bentuk gerakan. Gerakan untuk membantu mereka yang miskin. Gerakan untuk mengangkat kehidupan yang papa. Gerakan mengeluarkan duafa hingga menjadi orang yang mampu dan berdaya.

Saking pentingnya bergerak dalam upaya membantu orang-orang yang kesusahan, ada banyak media massa mempunyai satu divisi sendiri yang mengurus filantropi. Katakanlah yang terkenal dalam skala skala nasional, Pundi Amal SCTV.

Jadi, yang kita butuhkan sekarang adalah media massa yang tak sekadar memberitakan, tapi juga mengawal isu kemanusiaan ini sampai ada wujud yang konkret. Media massa mesti bisa menjadi agen filantropi yang dengan aksesnya mendorong orang kaya dan perusahaan untuk mau mambantu. Sampai pada sebuah titik, media massa menjadi matang dan menjadi entitas yang berguna dalam konteks kemanusiaan.

Para Jurnalis, dengan akses yang dipunyai, juga mampu mendorong para pemangku kepentingan untuk bergerak lebih konkret dalam dunia kemanusiaan. Mendorong gubernur untuk peduli dan mau bantu orang miskin. Mendorong bupati dan wali kota punya program jelas dan konkret memberdayakan duafa. Mendorong perusahaan punya SCR yang benar-benar menjadi solusi mengatasi kemiskinan. Mendorong orang-orang kaya untuk mau lebih banyak berderma. Dan mendorong lembaga zakat dan lembaga kemanusiaan untuk berkiprah lebih dalam dalam program-program yang dicanangkan.

Inilah barangkali menjadi esensi sebuah perjuangan dalam ranah jurnalisme. Inilah arti penting media massa. Inilah pula signifikansi jurnalisme air mata.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun