Mohon tunggu...
Adian Saputra
Adian Saputra Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Menyukai tema jurnalisme, bahasa, sosial-budaya, sepak bola, dan lainnya. Saban hari mengurus wartalampung.id. Pembicara dan dosen jurnalisme di Prodi Pendidikan Bahasa Prancis FKIP Unila. Menulis enggak mesti jadi jurnalis. Itu keunggulan komparatif di bidang kerja yang kamu tekuni sekarang."

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Bank Syariah di Kompleks “Mewah”, Urusan Keuangan Jadi Mudah

8 Mei 2016   10:02 Diperbarui: 8 Mei 2016   10:08 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Jika dilihat secara kasatmata, jumlah bank syariah yang berada di perdesaan masih minim. Di Lampung, saja, jumlah bank syariah yang berdiri kebanyakan ada di ibu kota provinsi: Bandar Lampung. Jika menyusuri beberapa kabupaten yang menjadi satelit Bandar Lampung, semacam Pesawaran dan Lampung Selatan, bank syariah belum begitu banyak.

Padahal, keberadaan bank berbasis Islam ini semestinya juga ada di perumahan “mewah”. Mewah di sini bukan dalam artian sebenarnya. Mewah di sini adalah sebuah akronim dari “mepet sawah”. Sebuah frasa yang menggambarkan kehidupan desa yang notabene sebagian besar penghidupan warganya berasal dari pertanian atau persawahan.

Urusan butuh uang sebagai tambahan modal usaha atau membuka usaha baru tentu bukan didominasi orang yang berada di kota saja. Mereka yang berada di kabupaten juga membutuhkan uang untuk memulai usaha atau mengembangkan unit usahanya.

Jangan dikira kreativitas warga desa itu minim dan stagnan. Dengan perkembangan teknologi yang semakin tinggi, akses mereka untuk berusaha juga semakin besar. Sekarang, tidak ada perbedaan signifikan antara kota dan desa dari akses teknologi internet. Kecuali daerah yang memang berada di pedalaman sehingga akses untuk itu agak sulit. Namun  secara umum sama saja.

Persoalannya adalah akses warga perdesaan untuk menikmati pinjaman atau bentuk layanan keuangan lain dari bank syariah itu yang minim.

Memang ada beberapa lembaga keuangan Islam semacam baitulmal wattamwil. Namun, jumlahnya amat terbatas dan dari sisi modal yang mampu dikeluarkan juga sedikit.

Ada satu alasan penting mengapa kita membutuhkan bank syariah di kompleks “mewah”. Coba kita perhatikan saat Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) marak dan pasca-PNPM. Warga yang kemudian menjadi objek program itu banyak mengajukan pinjaman usaha.

Usaha mereka macam-macam. Ada yang membutuhkan modal untuk memperluas kawasan ladang kopi dan cokelat. Ada pula untuk membuka usaha bordir dan jahitan. Ada juga yang membuka usaha cucian motor. Ada juga yang membuka usaha rental PlayStatition. Ada juga yang sekadar meminjam untuk kebutuhan anak sekolah, dan sebagainya.

Kebutuhan manusia akan uang tidak sebatas mereka yang hidup di kota. Perbedaan kota dan desa sekarang hanya status de jure. De facto-nya sama saja. Orang bergeliat dengan aktivitas masing-masing. Mereka berkreasi dan berinovasi. Dari situ muncul gagasan. Dari situ muncul peluang usaha. Dan dari sana pula mereka membutuhkan pinjaman dana.

Bank syariah memang punya banyak produk yang bisa membantu orang yang membutuhkan. Dari sekadar pinjaman untuk usaha hingga membangun rumah. Dari model sewa-menyewa (ijarah), hingga berkongsi dagang, dan masih banyak lagi.

Tegasnya, kita membutuhkan eksistensi bank syariah di banyak wilayah perdesaan di Indonesia. Kapan? Ya sekarang.,

Unit bank syariah yang hendak berdiri di suatu kawasan perdesaan, mesti melakukan beberapa hal agar niat muamalah sekaligus bisnis mereka di kawasan itu sukses.

Pertama, survei dan pemetaan potensi ekonomi kreatif

Survei potensi ekonomi kreatif ini menjadi penting karena inilah masa di mana ekonomi tak melulu berkenaan dengan industri besar. Kekuatan potensi daerah yang besar ini akan memunculkan pangsa pasar yang potensial. Dengan mengetahui kadar potensi setiap daerah, bank syariah yang didirikan itu akan berkembang dan proaktif. Tidak bakal sekadar menunggu calon nasabah datang.

Survei potensi ini bisa dilakukan dengan melihat basis potensi setiap daerah dan keunikannya. Apakah ada bibit-bibit peluang ekonomi yang bisa dikembangkan. Mungkin dari sisi kuliner, mungkin dari sisi kerajinan, mungkin dari sisi wisata lingkungan, boleh jadi dari kekayaan budaya, dan sebagainya.

Dengan mengetahui potensi ini, peluang bank syariah akan cepat maju, akan lebih tereksplorasi.

Kedua, mendefinisikan produk dengan mudah

Wakil Presiden Jusuf Kalla pernah menyarankan agar bank syariah berusaha mengindonesiakan nama-nama Arab dalam program mereka. Saya melihat ini dari sisi yang positif. Memang benar bank syariah ini berbasis Islam dengan nama-nama yang semua berasal dari bahasa Arab. Memang ada penjelasan atau definisi dalam bahasa Indonesia.

Namun, memang akan lebih baik jika yang kemudian disosialisasikan kepada warga itu adalah produk dalam bahasa Indonesia. Murabahah itu apa, ijarah itu apa, dan sebagainya. Kekhasan bank syariah menurut hemat penulis bukan hanya dari sisi nama, tapi pada seberapa besar pemahaman masyarakat terhadap setiap produk. Dibikin bahasa yang ringkas kemudian didefinisikan disertai contoh kasus. Tentu hal itu akan menjadikan bank syariah lebih membumi.

Pengertian dan definisi ini, juga hemat penulis, sampai dengan sekarang, belum begitu akrab di telinga orang awam. Beda dengan istilah dalam hal keuangan yang sudah dahulu akrab, seperti over kredit, simpan pinjam, dan sejenisnya.

Ketiga, memberdayakan profesional lokal

Sisi bisnis yang kadang dilupakan korporasi adalah melibatkan tenaga lokal sebagai karyawan. Pada banyak kasus, sering ditemui orang lokal tidak diberikan peluang untuk bekerja di korporasi yang berdiri di daerahnya.

Perusahaan boleh jadi berargumentasi bahwa mereka membutuhkan tenaga profesional yang ternyata di wilayah itu tak satu pun diambil dari orang lokal. Mungkin ada, namun sebatas pekerja yang secara kemampuan manajerial lemah.

Yang kita inginkan adalah pekerja andalan di unit bank syariah yang akan berdiri itu tenaga lokal yang profesional. Tentu akan banyak pelamar yang memasukkan berkasnya. Dari situ bisa dipilah dan diberikan “previlese” untuk pekerja lokal. Tentu, syarat-syarat dasarnya terpenuhi terlebih dahulu. Barulah pertimbangan karena orang lokal menjadi acuan berikutnya.

Mempekerjakan orang lokal di sebuah unit usaha sebuah korporasi yang terpusat di Jakarta itu penting. Pasalnya, mereka itulah yang akan menjadi tulang punggung bank syariah yang akan berdiri. Dampak psikologisnya adalah warga setempat akan merasa memiliki karena orang yang bekerja di sana adalah orang-orang yang mukim di sana.

Ini juga memberikan dampak “aman” kepada bank syariah bahwa usaha mereka tidak bakal diganggu oleh keruwetan-keruwetan nonteknis. Ada banyak kejadian di mana penduduk lokal sering melakukan demonstrasi lantaran swalayan, pabrik, atau jenis usaha lain tidak mempekerjakan orang lokal.

Dalam konteks bank syariah, ini menjadi penting. Dalam konteks membumikan rasa cinta kepada bank syariah, ini juga urgen. Proses edukasi bahwa bank syariah adalah pilihan ketimbang bank konvensional akan lebih terasa jika para pemasarnya adalah mereka yang juga bermukim di sana. Apalagi kalau para pekerja yang direkrut adalah mereka yang punya rekam jejak yang baik di lingkungan.

Edukasi soal kecintaan terhadap bank syariah ini, menurut hemat penulis, sama saja dengan mendakwahkan nilai-nilai Islam ini sendiri. Pasalnya, item yang dikerjakan bank syariah, semuanya melulu soal sistem Islam. Maka, kita perlu pendakwah yang mumpuni. Dan akan lebih baik jika pendakwah-pendakwah bank syariah ini adalah profesional lokal yang dekat dengan lingkungannya.

Keempat, jika tak bank syariah, unit BMT pun jadilah

Mungkin saja, berdasar penilaian dan survei, di sebuah wilayah belum urgen dibutuhkan bank syariah. Potensi pangsa pasarnya ada, tetapi nilainya belum begitu menguntungkan sebagai sebuah “bisnis” dengan label syariah.

Meskipun demikian, menurut hemat penulis, unit bank syariah tetap harus ada. Taruhlah semacam baitulmal wattamwil (BMT) yang induknya merujuk kepada bank syariah tertentu. Ini pilihan yang sangat memungkinkan dijalankan.

Di Lampung saja, di banyak pasar rakyat, ada BMT yang berdiri. Mereka selama ini menjalankan bisnis secara islami dengan banyak pedagang pasar. Kisaran modal yang bergulir memang tidak besar. Hanya di kisaran belasan juta rupiah. Namun, dari sisi kemanfaatan, terasa sekali.

Di kampung saya, pengurus masjid mengirim dua anak muda untuk belajar soal BMT dan bank syariah. Mereka “disekolahkan” selama empat minggu untuk mendalami soal ini. Alhamdulillah, kini BMT berjalan.

Jika ini juga diikuti bank syariah lainnya, tentu perekonomian masyarakat akan terbantu. Mereka yang ingin berusaha akan mendapatkan modal. Warga yang membutuhkan dana segar juga akan terbantu. Intinya, bank syariah hadir untuk membawa berkah, menjadikan konsep Islam sebagai rahmatan lil alamin mengejawantah dalam realitas.

Kelima, prosedur yang mudah

Prinsip Islam dalam konteks bank syariah tentu saja solusi yang sama-sama dinikmati keduanya. Ia juga dimulai dari prinsip bertaawun atau tolong-menolong. Pasalnya, inilah esensi dari sebuah pola ekonomi atau perbankan syariah dilaksanakan. Jika tidak ada itu, sama saja dengan model perbankan konvensional.

Tentu saja kita tak bisa menafikan sisi bisnis dari perbankan syariah. Betapa pun juga ini menjadi sebuah usaha di mana di dalamnya ada pekerja yang mesti dipenuhi haknya. Maka, nasabah atau siapa pun orang yang berhubungan dengan bank syariah, juga tak lepas dari akad-akad tertentu, sesuai dengan perjanjian di awal.

Meskipun ini masuk dalam skup bisnis, tentu yang namanya berbasis syariah mestinya mudah diaplikasikan. Mudah dalam artian edukasi soal produk perbankan syariah sudah mulai dipahami oleh masyarakat. Mudah dalam artian praksis memang gampang diterapkan.

Bentu edukasi yang menjelaskan kemudahan bank syariah mestinya secara masif dilakukan. Penulis ambil contoh soal pembangunan atau pembelian sebuah rumah. Beberapa teman penulis bekerja sama dengan bank syariah dalam kepemilikan rumah.

Teman-teman kebanyakan ingin membangun rumah atau membeli rumah yang sudah jadi. Mereka kemudian menghubungi bank syariah. Nanti, pihak bank syariah yang membeli untuk kemudian menjual kembali kepada person yang membutuhkan.

Jumlah dana yang mesti disiapkan sebagai uang muka sudah ada ketentuannya. Demikian pula dengan cicilan bulanan yang dibikin flat. Sebuah mekanisme kerja sama yang mudah.

Ini semestinya juga terjadi pada setiap akad yang akan dilakukan oleh orang per orang atau lembaga dengan bank syariah. Jangan sampai, alasan yang prosedural malah dinilai menyulitkan.

Untuk model pinjaman mereka yang hendak berusaha semestinya dibikin dengan mekanisme yang baik, ramah, dan mudah. Biasanya, bank meminta jaminan atas sejumlah uang yang dipinjam. Ini tentu saja berhak dilakukan oleh bank.

Namun, ada kalanya warga yang membutuhkan itu memang sama sekali tidak ada jaminan, tak punya harta, namun ia mau berusaha. Dalam konteks yang demikian, bank syariah diminta memberikan solusi yang paling memungkinkan dan manusiawi. Apakah ada pilihan lain kepada mereka yang hendak berusaha namun hanya punya niat dan kebisaan?

Cara yang paling memungkinkan adalah bank syariah turut terlibat aktif di dalamnya. Dengan redaksi lain, pihak bank syariah menjadi investor dalam bisnis yang hendak dikembangkan. Soal bagaiman a persentase pembagian keuntungan, itu bisa dibicarakan sesuai dengan jenis jasa atau usaha yang dilakukan masing-masing pihak.

Khatimah

Di manapun tempat, bank syariah dituntut untuk memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat muslim. Kini, tak boleh ada diskursus apakah bank syariah akan berkembang di perdesaan atau perkotaan.

Bank syariah mesti membuka potensi ekonomi baru di banyak tempat. Dan karena selama ini ranah perdesaan kurang begitu terjamah,

Maka, dengan beroperasi di daerah “mewah”, eksistensi bank syariah bisa dirasakan kemanfaatan untuk banyak orang. Dengan  eksis di daerah “mewah”, urusan keuangan warga pun menjadi mudah. Wallahualam bissawab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun