Piala Dunia di Brasil kali ini memang penuh kejutan. Spanyol, Inggris, dan Italia tumbang. Sedangkan Kostarika, Kolombia meraih nilai sempurna. Yang juga mengejutkan ialah lolosnya Aljazair ke fase gugur 16 besar. Sebagai negeri di Afrika yang sebagian besar warganya muslim, buat saya istimewa. Barangkali lantaran kesamaan agama, lolosnya Aljazair tentu menjadi kebahagiaan tersendiri.
Saya cenderung menyukai kejutan. Kalau ada ajang sepak bola akbar semacam Piala Dunia ini, saya cenderung kepingin ada juara baru. Dari sekian perhelatan sepak bola, asa itu mengejawantah tahun 2004 saat Yunani menjadi juara Eropa di Portugal. Kebetulan saya sempat menulis soal keyakinan itu di kolom analisis si harian Lampung Post, jauh sebelum saya menjadi awak media ini. Kalau sekarang ada kejutan lagi, ya alhamdulillah. Mungkin tak "sekstrem" agar Yunani dan Aljazair menjadi juara dunia. Setidaknya, andai Belanda menjadi juara, itu juga sebuah kegembiraan. Perdana untuk Negeri Tulip.
Menyaksikan perlawanan Aljazair saat melawan Belgia, Korea Selatan, dan Rusia, ada yang menarik. Dan tentu bisa kita jadikan pelajaran. Semangat tim ini luar biasa. Mereka punya asa. Mereka punya tekad. Â Mereka punya peluang yang sama. Mereka memang tak sesumbar bakal lolos dan mudah menekuk lawan-lawannya. Tapi permainan tim ini di lapangan memang luar biasa. Semua pemain bekerja dengan baik. Sistem yang ditaja sang pelatih juga dijalankan secara konsisten. Jauh di lubuk hati setiap pemain, mereka ingin menyuguhkan yang terbaik. Dan, ada satu momentum yang membuat mereka makin semangat bermain.
Saat Piala Dunia 1982 di Spanyol, tepatnya di Kota Gijon, skandal memalukan itu terjadi. Jerman Barat yang bersua Austria bermain sabun. Jerman Barat menang 1-0. Hasil akhir yang cukup untuk meloloskan Jerman Barat dan Austria, sekaligus mengubur impian Aljazair masuk fase knock out. Padahal, jika kedua tim bermain jujur, hasilnya kemungkinan tidak demikian.
Dendam, kalau boleh mengatakan demikian, menjadi bahan bakar utama pemain Aljazair di lapangan. Islam Slimani dkk seolah ingin membuktikan kalau mereka sejajar dengan tim berkelas lainnya. Djamel Mesbah cs seolah ingin membalikkan prediksi bahwa mereka bakal terkubur di babak grup. Dan seolah diatur, lawan Aljazair di 16 besar ialah Jerman, yang saat bernama Jerman Barat, mengubur asa Aljazair masuk putaran kedua. Kita tunggu saja kiprah anak asuh Vahid Halilhodzic di World Cup tahun ini. Andai mereka ditebas Jerman pun, pendukung mereka sudah senang. Tapi jika ada kans untuk mengubur panser Jerman, tentu harus maksimal dimanfaatkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H