Mohon tunggu...
Adian Saputra
Adian Saputra Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Menyukai tema jurnalisme, bahasa, sosial-budaya, sepak bola, dan lainnya. Saban hari mengurus wartalampung.id. Pembicara dan dosen jurnalisme di Prodi Pendidikan Bahasa Prancis FKIP Unila. Menulis enggak mesti jadi jurnalis. Itu keunggulan komparatif di bidang kerja yang kamu tekuni sekarang."

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Menulis Kembar, Trik Sederhana Menembus Surat Kabar

30 November 2014   17:46 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:27 472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14173257622122008371

[caption id="attachment_379276" align="aligncenter" width="588" caption="Kompasiana Freez, lembar kompasiana berisi tulisan kompasianer yang dimuat di harian KOMPAS (dok. Kompasiana)"][/caption]

Satu pertanyaan umum yang pasti disampaikan peserta kelas pelatihan menulis ialah bagaimana cara terbaik menembus redaksi surat kabar. Bagaimana cara paling ampuh untuk mampu meyakinkan redaktur opini bahwa tulisan kita layak muat. Beberapa penulis rupanya sudah frustrasi karena karya mereka tak satu pun dimuat. Alih-alih terus bersemangat menulis, sebagian di antaranya memutuskan untuk setop menulis. Padahal, kemampuan menulis itu skill yang bagus untuk terus diasah. Soal apakah tulisan kita bisa menembus surat kabar, sebetulnya itu persoalan nomor dua. Yang utama ialah kita menjaga konsistensi menulis. Bukankah sekarang ada banyak media sosial atau media online dan blog yang bisa memuat tulisan kita. Perkara mendapat honor atau tidak, sudah tentu urusan yang kesekian.

Namun, di Indonesia, juga di kota tempat saya tinggal, Bandar Lampung, menembus surat kabar tetap punya muruah tersendiri. Rasanya memang lain kalau tulisan sudah nangkring di halaman Opini surat kabar. Buat dosen dan guru, menulis untuk surat kabar punya nilai tersendiri. Sebab, tulisan itu akan dihitung sebagai item yang menentukan kenaikan pangkat atau jenjang kepangkatan. Memang nilainya masih kalah jkka dibandingkan menulis di jurnal. Namun, dengan melihat jumlah kata yang tertatahkan dalam sebuah opini, tentu lebih sederhana ketimbang menulis karya ilmiah di jurnal.

Nah, banyak penulis sudah mendedahkan sekian tipsnya. Saya pun bersyukur sudah menyusun suhuf-suhuf kiat menulis dalam sebuah buku yang sederhana bertajuk "Menulis dengan Telinga". Bahkan, alhamdulillah sudah cetak dua kali. Pada artikel sederhana kali ini, saya ingin mengemukakan kiat lain yang bisa kita jalani. Andai sekian banyak opini yang kita kirim tak jua tembus, pilihan yang bisa diambil ialah menulis kembar. Bagaimana itu? Menulis kembar itu artinya menulis berdua. Bisa masing-masing orang berdiskusi kemudian menulis sesuai dengan pokok bahasan yang ia pahami, juga bisa dikerjakan satu orang dengan supervisi penulis lain. Teknisnya terserah. Praksisnya bagaimana?

Pertama, carilah penulis yang berpengalaman. Misalnya kita suka menulis soal ekonomi tapi tak juga sanggup menembus halaman opini. Carilah dosen di kota kita yang terbiasa menulis soal ekonomi. Atau praktisi ekonomi yang tulisannya acap mejeng di koran. Temui dia, dan sampaikan bahwa kita sudah berkali-kali menulis tapi belum dimuat. Sampaikan niat untuk menulis kembar. Caranya, berdiskusilah dengan dia dan kemudian kita yang menulis. Usai rampung, mintalah dia menyunting naskah. Apakah masih ada yang hendak ditambahkan atau tidak. Jika sudah oke, silakan dikirim. Tentu menggunakan nama Anda dan orang tadi.

Kedua, galilah pengalaman orang itu. Pengalaman yang bisa digali, bisa soal konten tulisan atau kiat menembus surat kabar. Perhatikan dengan benar apa yang ia sampaikan. Boleh jadi ada beberapa poin yang belum kita lakukan selama ini. Mungkin judul tulisan kita kurang mantap atau bahasa dalam tulisan kita bertele-tele, tidak bertenaga, dan cenderung membosankan. Cermati benar masukan orang yang ahli di bidang ini.

Ketiga, targetkan berapa kali berduet. Menulis kembar tidak boleh keterusan. Sesekali saja. Setelah kita punya "nama" dan dikenal oleh redaktur Opini surat kabar, tugas selanjutnya ialah menulis mandiri. Upayakan konsisten menulis. Saban minggu ada satu artikel sesuai dengan tema yang sedang hangat yang kita kirim. Kalau terlampau lama jeda menulis, boleh jadi redaktur akan lupa. Apalagi ada perubahan posisi dan orang di struktur surat kabar. Redaktur yang dahulu menurunkan tulisan kita, boleh jadi sudah diganti. Kalau kita tak menjaga kontinuitas, sama saja kita memulai dari nol. Maka itu, maksimalkan waktu untuk menulis. Jangan menunda-nunda.

Keempat, gantian menjadi patron. Kalau sudah terbiasa menulis dan ada yang meminta bertandem, jangan sungkan mengiyakan. Ingat, dahulu kita juga demikian. Maka, saat ada teman, relasi, atau mahasiswa meminta kita menjadi tandemnya, silakan saja. Bagilah ilmu dengan baik. Ilmu tak bakal habis jika dibagi. Justru kemampuan kita akan meningkat. Yang penting, jangan keterusan. Menulis kembar hanyalah pemantik tradisi di dunia literasi. Yuk, mulai mencari pasangan dan menulis kembar. Selamat bertandem.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun