Salam Reformasi....
Diakhir tahun 2014, tepatnya dari bulan oktober sampai desember, menjadi fotret buram pemkab asahan. Protes dan demonstrasi aktivis yang lebih sering berujung bentrok sengan pihak pengamanan, menjadi tontonan gratis untuk masyarakat yang kebetulan lewat dan para pns yang berkerja di kantor bupati asahan.
Kemarahan para aktivis itu berawal dari keprihatinan mereka terhadap pembangunan di asahan, yang terkesan amburadul. Yang disebabkan oleh tidak berintegritasnya dan kurang profesionalnya mereka yang ditunjuk sebagai panitia Pokja pengadaan barang dan jasa, Lpse, dan Ulp.
Mengerjakan proyek pemerintah menjanjikan keuntungan yang besar, sehingga tidak sedikit rekanan, menggunakan segala macam trik untuk memenangkan tender pemerintah, ketika banyak hulubalang yang datang membawa upeti, kepada mereka (red. Pokja, LPSE dan ULP di Asahan) membuat mereka lupa akan sumpah seorang Abdi Negara. Aturan main yang diatur seperti yang tertulis Pepres no 70 tahun 2012 tentang pengadaan barang dan jasa, mereka kesampingkan, untuk mengumpulkan Rupiah kedalam kantong pribadi. Perjanjian tak tertulis menjadi saksi kerakusan mereka.
Untung dapat diraih malang pun, tak dapat di tolak. Mungkin itu pribahasa yang pantas buat para rekanan yang curang, upeti sudah diantar proyek yang dijanjikan jadi milik orang.
Sifat alami mereka, jika di khianati pasti akan melakukan pembalasan. Syair lagu bang iwan "Maling Teriak Maling" adalah realita gambaran ke serakahan mereka. Rekanan buka aib mereka (proyek sudah diarahkan/proyek pengantin), rekanan buka aib rivalnya (cacat adimistrasi). Semua kebobrokan pembangunan yang menjadi jargon pemerintah sebagai anak kandung dari kecerdasan idiolgy kapitalis, menjadi trending topik media cetak daerah dan dikonsumsi oleh banyak masyarakat terutama kabupaten asahan.
Ironisnya kejadian tersebut ketika disampaikan oleh kawan-kawan aktivis tidak disambut hangat oleh Bupati Asahan dan Aparat Penekag Hukum, mereka hanya menjadi penonton setia, dan sibuk dengan pribadinya. Bupati pergi keluar Negeri, Kapolres dan Kajari cuma bisa menanti.
Walau sampai sekarang aparat hukum, belum bisa melengkapi bukti formal. Sesungguhnya masyarakat secara intuitif/ rasional berpikir mampu mengendus adanya ketidak jujuran sebahagian penegak hukum dan pemimpin di Tanah Asahan.
Kisaran, 28 Desember 2014
Penulis,
Adian Ritonga
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H