Ketika dua wajah tak saling memandang, mulut dan gigi bergetar menahan sesak..
Pertempuran hati dan pikiran kian tak terbendung lagi..
Logika, akal, perasaan dan cinta mulai mengiris-iris takdir untuk menulis kisahnya..
Entah siapa yang sudi membaca, sebuah noda kehidupan yang bersarang di dada..
Terus dihantam deras ombak kekalutan dan dilema yang mengusik senja..
Aku pernah lahir dari rahim putih cinta yang menemani hembusan napas
Aku pernah lahir dari anak api yang tersulut bibir yang begitu pahit atau manis
Aku pernah lahir dari setitik darah yang terseret teriakan kereta api liar menggilas
Aku pernah lahir dari tumpukan lelah yang tak terbayarkan dengan lunas dan tuntas
Kini aku tumbuh dan merangkak dalam kelas bawah yang lama kau abaikan
Menapaki tangga yang lusuh dan kusam tanpa pernah lagi sudi kau bersihkan
Menuju ruang pengap dan gelap, menyendiri dan berbicara dalam sepi
Tak ku sadari badanku gemuk dan berisi dalam guratan dendam dan sakit hati
Kadang begitu menyiksa sekali saat itu..
Kala hujan air mata mulai menghantam dan mengiris hitam kulitku
Kala lembut tutur sapa menusuk-nusuk dan menggenggam detak jantungku
Kala kata 'penyesalan' merobek dan memutus aliran darahku
Kala kekuatan doa satu per satu menghilangkan organ vitalku
Hingga aku menghembuskan napasku..untuk memulai cerita baru..
Tanah Bumbu, 14 Feb 2020/15.30 Wita/
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI