Ada Dua orang pemuda tampan, sedikit gondrong, tubuhnya tegap dengan T shirt ketat lekat dibadannya yang atletis, bercelana jin serasi di punggungnya bertengger masing-masing sebuah gitar, sedang masing-masing jemarinya kokoh memegang pegangan tas dorong yang tampak berat. Mereka bergelantungan di dalam bis kota, cuek tidak mengacuhkan sekitarnya, pandangannya lurus ke depan memantau tempat perberhentiannya. Mereka turun dengan santai ketika tujuannya sudah tercapai, menapak jalanan di musim kemarau diantara terik dan debu asap knalpot yang berhamburan. Tetap saja acuh tak acuh melangkah mantap menyusuri trotoar walau sesekali bercanda ringan diantara satu dengan yang lainnya. Tiba-tiba mereka berhenti sejenak, terpaku memindai suara lembut terbawa udara panas yang masuk ke sepasang telinganya yang peka, ada suara menyayat disana, menggelitik jiwa seninya.
Ada seorang gadis kecil tak terawat dengan baju kumal ditubuhnya, duduk santai di tempat teduh ternaungi bidang kokoh bangunan tinggi yang berjajar rapi di pinggir trotoar, melantunkan samar-samar sebuah lagu, sebentar kemudian tangannya memutar-mutar alat stem gitar mungilnya kemudian bernyanyi lagi mencoba menyesuaikan antara vokal dan nada suara alat musik yang digelitikinya.
Dua orang muda tersebut menghampiri, tersenyum, memperkenalkan diri sambil mengajaknya berjabat tangan, membuka semua peralatan yang di bawanya.
“mudah-mudahan masih bisa digunakan” ucapnya sambil memandang temannya yang satu lagi. Dan masing-masing sebuah gitar elektrik, melodi dan bas telah berada dipangkuannya.
“Cobalah sekali lagi berdendang seperti yang kau nyanyikan barusan” ujarnya membujuk gadis kecil yang tampak terbengong mengamati dua orang pemuda tampan disisinya, sejenak kemudian mencoba mengambil nada dasar, sementara seorang diantara pemuda tersebut membuka topi yang dikenakannya dibiarkan tersimpan terbuka dihadapan mereka bertiga. Melengkinglah nyanyian sang gadis mungil, suaranya indah menyayat hati , lagu dan syairnya sederhana tetapi syarat dengan jeritan suara anak-anak jalanan yang bertanya dan mencoba memahami akan suratan takdir.
Jari jemari pemuda tersebut menjalar, menjelajah bidang fret gitar elektriknya, wajahnya tertunduk tanpa senyum tersirat di rautnya, fokus mengeja tangga nada melalui gerakan tangan tanpa mempedulikan lingkungan sekitar, larut mengiringi suara merdu lantunan jeritan anak-anak jalanan. Tersadar ketika tepuk tangan riuh berkumadang disekeliling, napasnya tersenggal seolah ingin membebaskan jiwanya, membuncahkan yang berdesakan dalam dadanya.
Waktu telah berjalan cepat, mereka mulai berkemas kemudian menyalami sang gadis yang kini wajahnya merona bersinar cerah.
“Sayonara gadis manis “ ucapnya ringan sambil mengacak-acak rambut yang tampak lama tidak mengenal sisir. Meninggalkan topi miliknya yang tadi dibiarkan terbuka, kini didalamnya sudah terisi hampir penuh dengan beberapa uang koin dan lembaran uang kertas.
Mereka kembali melangkah mantap menuju arah tujuan, meninggalkan gadis kecil di pinggir trotoar seorang diri, "hari ini, rejeki nomplok berpihak kepadanya" ujarnya lirih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H