Mohon tunggu...
Abebah Adi
Abebah Adi Mohon Tunggu... lainnya -

Seseorang yang percaya bahwa masa lalu hanyalah kenangan saja untuk dijadikan bahan evaluasi. Hidup adalah saat ini berharap dapat berusaha untuk menjadi lebih baik dari masa yang telah lalu, masa yang akan datang masih mistery hanya Alloh SWT. saja yang paling mengetahui.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Terorisme dan Perokok

10 Januari 2016   20:18 Diperbarui: 10 Januari 2016   20:47 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalau di telisik di berbagai media terutama media mainstream, tulisan yang menyangkut tentang terorisme terkadang selalu dikaitkan dengan pakaian khas berikut atribut serta senjata otomatis ditangan, sering juga dikaitkan dengan klaim yang berbau kekerasan bahkan bertampang dan berpakaian dengan simbol yang menyangkut bangsa dan tulisan dengan hurup tertentu (Arab) sehingga sering juga dihubungkan dengan keyakinan yang dianut oleh pemeluk terbesar kedua di dunia ini. Padahal dalam sejarahnya benih-benih terorisme tidak lahir dari bangsa atau sumber keyakinan tertentu, ia lahir dari proses sebab akibat setelah melewati proses panjang yang mengurat dan mengakar tetapi dapat pula disimpulkan bahwa akar terorisme yang paling berpengaruh adalah karakter mental dari pribadi yang berambisi untuk mencapai tujuan tertentu, bertekad mengubah paham, idiologi yang sudah lama menyatu dalam budaya masyarakat dan bahkan tidak sedikit dengan mencapai tujuan terkait dengan kepentingan ekonomi dan politik atau yang sedang trend malah karena sebab kekayaan alamnya serta pasar yang cukup menjanjikan sehingga bisa saja terorisme merupakan mesin yang tercipta untuk menekan atau sengaja dibentuk untuk mengubah suatu negara bahkan dunia.

 

 

Sehingga jika mencoba mencermati tema terorisme yang bertebaran di media sosial maupun mainstream  berikut aneka komentarnya yang menghangat sehubungan berguncangnya Paris, jantung kota negara Perancis beberapa waktu yang lalu akibat serangkaian ledakan bom bunuh diri dan penembakan yang dilakukan oleh beberapa orang sehingga menewaskan lebih dari 130 orang belum yang termasuk luka-luka kemudian disusul dengan tindakan balasan dari Perancis yang dengan pesawat tempurnya membombardir Suriah sehingga menyebabkan jauh lebih banyak lagi korban tewas dan luka-luka. Terkait dengan hal tersebut di atas, sekedar turut berbela sungkawa terhadap korban yang jatuh dari kedua belah pihak maka saya mencoba mengemukakan tulisan alakadarnya tentang teroris tetapi dari versi lainnya. Kalau di pikirkan dengan pikiran yang waras, apa untungnya jadi teroris, menyerang dan menyebar ketakutan dimana-mana kalau tidak ada alasannya yang kuat dan juga sebaliknya dengan sikap melawan dan membasmi teroris bak pahlawan jaman modern terhadap aksi mereka. Tentu saja ada sebab dan akibatnya, sudah dihitung secara cermat untung ruginya padahal berapa duit dikucurkan untuk melakukan kegiatan tersebut. Maka celotehan mang Samad ( fiksi) saya coba angkat. 

 

Teroris itu seperti perokok saja, Ujar mang Samad sembari mengepulkan asap rokoknya pelan-pelan keudara seolah ia sedang mengenyam hidup tinggal sepanjang batang rokok yang sedang terbakar di ujungnya. Lho.. jadi Mang Samad juga teroris kalo begitu? Bukan itu maksudnya, saya hanya sekedar menghayal saja mencoba sedikit berimajinasi, karena koo... rokok kan sudah diklaim oleh berbagai pihak baik pemerintah bahkan organisasi se dunia pun mengecam bahwa rokok sebagai biang kerok ajang untuk memperpendek umur manusia pecandunya terutama perokok aktif belum lagi perokok pasif yang hanya sekedar terimbas oleh asap yang mengepul keudara dengan kata lain memapar orang yang berada disekitarnya, tetapi tetap saja rokok diproduksi secara besar-besaran oleh pabrikan, berbagai merek lagi, jadi jangan salahkan perokok yang memang sedang ingin merokok. Intinya rokok ada karena banyak orang yang ingin mengambil keuntungan dari rokok itu sendiri disamping karena memang banyak penikmatnya. Coba akang tengok iklan rokok di televisi... Berbagai merek rokok dari berbagai produsen rokok ditampilkan untuk memancing minat, mereka juga bersaing secara wah...lalu mulai dari pedagang ketengan, toko swalayan, agen rokok sampai pabrik rokok sibuk melayani pelanggan belum lagi jika memperhatikan ladang-ladang tembakau yang diolah oleh perusahaan maupun perorangan. ujung –ujungnya selalu saja do it... Duit maksudnya. Penikmat sibuk mencari duit untuk beli rokok sedang pedagang, agen dan pabrik rokok serta saudagar dan petani tembakau sibuk jual, bikin dan menanam bahan baku rokok untuk cari duit...jadi begitulah rokok bagai teroris..meneror isi kantong tetapi sedap untuk dinikmati sambil menghayal disamping bagi pihak tertentu dijadikan sebagai sarana untuk mengeduk duit dari penggemarnya..

 

Kini saatnya saya gantian berimajinasi. Jadi teringat kenapa dalam iklan rokok tidak menggunakan seorang dokter sebagai model iklannya walaupun tentu saja ada juga dokter yang perokok, yang ditampilkan malah artis cantik dan ganteng lagi luwes, berani serta spektakuler atau paling banter seperti memasuki ke alam dunia lain yang aneh, hal ini bertolak belakang dengan yang ditampilkan di setiap label pada bungkusnya: tampak teroris sedang mengepulkan asap rokoknya yang dihembuskan oleh seorang pria sambil bawa anak kecil padahal perempuan juga banyak yang merokok sambil gendong bayi, kemudian ditampilkan juga paru-paru yang rusak seperti terbakar suatu kontradiksi tarik ulur yang ditampilkan bersamaan dalam satu format bungkus kemasan rokok, isi dan misi yang diembannya sangat bertolak belakang sehingga hal ini menjadikan Industri rokok dan matarantainya tetap saja eksis di dunia perokokan. Anehnya kabar tentang rokok dapat memperpendek umur penikmatnya tidak sepenuhnya benar kecuali terhadap perokok yang sensitif dan perokok pasif yang rentan terhadap asap rokok, hal ini biasanya terjadi pada anak-anak dan orang yang alergi terhadap asap yang tentu saja akan menyebabkan penurunan kondisi kesehatannya.

Barangkali celotehan Mang Samad ada benarnya, bahwa: Mungkin saja dengan tidak merokok orang bisa menjadi kaya, bisa membeli mobil atau rumah yang asri jika diuraikan secara serius tetapi santai orat-oret diatas kertas koran bekas untuk sekedar mengkalkulasi harga dari setiap bungkusnya kemudian dikalikan perbulan, tahun sampai puluhan tahun. Ujar mang Samad, masih bersikap acuh tak acuh memandang kepulan asapnya yang membumbung ke udara. Ternyata tidak semulus begitu, kebanyakan tidak persis seperti itu. Dalam prakteknya bahwa untuk hidup banyak sekali onak-aniknya karena untuk alasan hidup itu sendiri, bagaimana itu setiap acara selalu saja membutuhkan duit apalagi dalam satuan waktu tertentu. Untuk setiap jumlah lembaran uang yang nangkring di saku atau dompet boleh jadi di bank karena rutin masuk ke rekening pripadi sebagai upah bulanan kumplit berikut ATM hasil jerih payahnya selama kerja sebulan penuh ternyata banyak sekali saluran pengeluarannya demi untuk hidup itu sendiri. Jadi bisa saja jika sudah dapat membeli mobil atau rumah, tidak disangka dan tidak dinyana ujug-ujug mobil dan rumah bagus idaman tersebut jadi hangus terbakar. Mungkin karena peruntukannya untuk dibakar... ujar Mang Samad cuek bebek. ...

 

Ah hanya joke semata agar otot tidak tegang...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun