Bagaimana kita memahami Post Power Syndrome. Seperti yang diucapkan Misbkahun di beberapa artikel media beberapa jam yang lalu. Salah satunya adalah berita ini (Misbakhun: SBY Masih Post Power Syndrome). Apa itu Post Power Syndrome? Dalam artikel yang saya temukan dari postingan Suryoto Hospital (Memahami Post-Power Syndrome). Post Power Syndrome adalah gejala yang terjadi di mana penderita hidup dalam bayang-bayang kebesaran masa lalunya (karirnya, kecantikannya, ketampanannya, kecerdasannya, atau hal yang lain), dan seakan-akan tidak bisa memandang realita yang ada saat ini.
Saya juga menemukan sebuah paper entah skripsi atau tulisan ilmiah dari situs Library Digital UIN Sunan Ampel Surabaya yang mengutip dari Turner & Helms tentang Post Power Syndrome. Kejadian ini biasanya terjadi karena kehilangan harga diri, hilangnya jabatan menyebabkan hilangnya perasaan atas pengakuan diri, kehilangan fungsi eksekutif yaitu fungsi yang memberikan kebanggaan diri, kehilangan perasaan sebagai orang yang memiliki arti dalam kelompok tertentu, kehilangan orientasi kerja, kehilangan sumber penghasilan terkait dengan jabatan terdahulu.
Ada 3 karakteristik jika seseorang mengidap Post Power Syndrome. Pertama adalah orang ini senang dihormati dan permintaannya selalu dituruti. Kedua adalah orang ini membutuhkan pengakuan dari orang lain. Ketiga adalah orang ini menaruh arti hidupnya pada prestise sebuah jabatan. Apakah 3 karakteristik itu ada pada tubuh SBY? Sehingga Misbakhun mengeluarkan pendapat tentang hal tersebut.
Kalau kita melihat Twitter pak SBY ini sudah lebih dari 3 kali pak SBY mengkritik dan memberi masukan kepada bapak Jokowi./pemerintahan saat ini. Kenapa melalui Twitter? Apakah biar jadi orang hipster dan kekinian? Tentu tidak. Ada dua kemungkinan. Pertama adalah SBY tidak sempat bertemu dengan pak Jokowi, tidak ada pulsa untuk menelepon dalam saluran pribadi, pak SBY sibuk atau tidak dapat izin. Kedua adalah biar saran tersebut dibaca oleh banyak orang sehingga mendapatkan perhatian luas dari siapa pun.
Nampaknya, kemungkinan pertama sangat tidak mungkin. Mana mungkin pak SBY kesulitan bertemu secara pribadi dengan bapak Jokowi? Tidak ada pulsa pun juga tidak mungkin dan dia bisa menelpon pak Jokowi kapan pun. Kemungkinan kedua? Bisa jadi. Sangat bisa jadi. Twitter adalah media yang bisa dilihat siapapun dan sekarang banyak sekali media mengangkat twit-twit seseorang menjadi berita. Saya pun mengakui bahwa kemungkinan kedua ini sangat terjadi.
Bukti lainnya adalah pak SBY sering menggunakan frasa/kalimat “ketika dulu saya memimpin”, “Saya dulu sebagai presiden”, atau “dulu sebagai presiden Indonesia”. Itu adalah sebuah bukti dia menginginkan sebuah pengakuan. Contoh twit beliau seperti berikut ini:
- Dulu, sebagai Presiden Indonesia, keputusan utk percepat pelunasan utang IMF itu saya ambil atas dasar 3 alasan penting. *SBY* (28 April 2015)
- Dulu, sebagai Presiden Indonesia, keputusan utk percepat pelunasan utang IMF itu saya ambil atas dasar 3 alasan penting. *SBY* (28 April 2015)
- Dulu, sebagai Presiden Indonesia, keputusan utk percepat pelunasan utang IMF itu saya ambil atas dasar 3 alasan penting. *SBY* (23 April 2015)
Ya di atas adalah contoh twit beliau. Selanjutnya apakah dia memang benar sedang post power syndrome. Menurut saya sangat mungkin. Bukti dan penjelasan apa itu post power syndrome sudah terbukti. Menurut kalian? Bagaimana? Saya yakin beliau sedang memasuki fase-fase ini.
Sumber Data Lain
Artikel dari UIN Surabaya tentang Post Power Syndromen
Sering arahkan pemerintah, Misbakhun tuding SBY post power syndrome