Kenaikan harga BBM di beberapa hari belakangan ini menjadi sebuah paradoks, di mana harga minyak mentah dunia turun. Pada pemerintahan SBY, ketika beliau membatasi subsidi BBM harga minyak pada saat itu mencapai 100 dolar AS per barel dan pada pagi ini turun sampai 82.34 dolar AS per barel untuk Crude Oil (Brent) dan 77.23 dolar AS per barel untuk Crude Oil (WTI). (baca : http://www.seputarforex.com/data/harga_minyak/ pada tanggal 11 November)
Kita tinggal dulu tentang naik-turunnya harga BBM tersebut. Sekarang mari kita bahas dari mana kita mendapatkan minyak mentah. Indonesia yang dulu dikenal sebagai produsen minyak dunia, kini justru menjadi salah satu importir minyak terbesar. Indonesia melalui Petral, melakukan impor minyak mentah dari Singapura. Ironis, mengingat Singapua bukan negara penghasil minyak. Selain Singapur, Indonesia juga melakukan impor minyak mentah dari Malaysia, Korea Selatan, Kuwait, Arab Saudi, Qatar, Uni Emirat Arab, Taiwan, Rusia dan Cina. (baca: http://finance.detik.com/read/2014/02/11/065537/2492796/1034/indonesia-ketegantungan-impor-minyak-dari-singapura-ini-buktinya)
Pada era Jokowi muncul berita bahwa pemerintah akan mengimpor minyak mentah dari Angola. Pertemuan pertama untuk membahas kerja sama ini berawal pada tanggal 31 Oktober 2014, dimana Jokowi menerima Wakil Presiden Angola di Istana Negara. Selain membahas tentang hubungan bilateral, pertemuan ini membahas tentang kerja sama dalam industri minyak. Hasil dari pertemuan tersebut adalah tercapainya kesepakatan untuk bekerja sama dengan Angola untuk mengekspor minyak mentah dari sana. (baca: http://www.tempo.co/read/news/2014/10/31/090618594/JK-Kerja-Sama-Impor-Minyak-Angola-Jangka-Panjang)
Perjanjian kerja sama minyak dengan Angola disebut-sebut mampu menghemat pengeluaran Indonesia dalam bidang ini. Sampai saat ini Indonesia diklaim hanya mampu menghasilkan 800 ribu barel per hari sedangkan kebutuhan Indonesia untuk BBM adalah 1.6 jt barel per hari. Kekurangan tersebut biasanya ditanggulangi dengan mengimpor minyak dari luar neger. Hal ini mengakibatkan pembengkakan dalam anggaran Indonesia. Sehingga dibuatlah kerja sama impor minyak dengan Angola yang menurut menteri ESDM bisa menghemat sekitar Rp 11 triliun per tahun dengan asumsi kurs Rp 12.082 per dolar Amerika Serikat. (baca: http://www.rri.co.id/post/berita/118223/nasional/minyak_murah_angola_yang_dijual_ke_indonesia_dicurigai_di_ambil_dari_pasar_gelap.html)
Perusahaan Angola dalam kerja sama import ini adalah Sonangol EP. Perusahaan minyak yang dimiliki pemerintah Angola ini juga memiliki kerjasama dengan Cina dengan nama China Sonangol. Sementara itu, hubungan Cina dan negara-negara di Afrika dalam industri minyak sudah terjadi dari dulu. Di sisi lain, China Sonangol pernah menyuntikkan pinjaman dana kepada perusahaan milik Surya Paloh yaitu PT. Surya Energi. Pinjaman tersebut digunakan oleh PT. Surya Energi untuk mengelola Blok Cepu. Sehingga hubungan antara Surya Paloh dengan China Sonangol sudah cukup lama. (baca: http://www.fastnews.today/article/surya-paloh-akui-di-balik-impor-minyak-angola-diragukan-hemat-25)
Dari data-data yang saya ulas di atas memunculkan sebuah pertanyaan. Apa kaitan antara Surya Paloh, China Sonangol dan kerja sama import minyak mentah ini? Tentu Surya Paloh dan China Sonangol sudah lebih awal berhubungan daripada dengan Jokowi. Dalam beberapa berita belakangan ini, nama Surya Paloh juga mencuat sebagai “pembisik” Jokowi dalam urusan import minyak ini. Surya Paloh pun tidak dapat menampik, dia memang memberi saran kepada Jokowi walaupun saran tersebut adalah saran kecil. (baca: http://www.aktual.co/politik/kerjasama-sonangol-ep-kolaborasi-surya-paloh-dan-jk)
Akhir tulisan ini saya juga akan membahas sedikit tentang Jusuf Kalla. Dalam pertemuannya dengan Wakil Presiden Angola pada tanggal 31 Oktober 2014, beliau langsung menandatangani perjanjian kerja sama walaupun perjanjian tersebut adalah umbrella agrement. Hal ini menimbulkan pertanyaan apa yang menimbulkan JK terburu-buru dalam hal ini. Lalu diperkuat dengan hubungan JK dan Surya Paloh di partai Golkar di masa lalu. Sehingga benang merah dalam drama kenaikan BBM ini semakin terlihat jelas, bahwa ada hubungan antara China Sonangol, Surya Paloh dan Jusuf Kalla. Untuk membuktikan ini kita lihat dalam beberapa waktu ke depan.
Salam!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H