Mohon tunggu...
Adi Sastra
Adi Sastra Mohon Tunggu... -

seorang yang romantis / @ADSastrawidjaja

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

7 Menteri dengan Rapot Merah

6 Januari 2015   21:39 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:41 933
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1420529511401566641

Memasuki 2 bulan lebih pemerintahan kabinet Jokowi-JK. Telah banyak yang mereka arungi. Menteri-menteri dipilih dengan tujuan baik. Diseleksi dengna pemikiran dan resiko yang akan dihadapi. Pendapat dari sana-sini berdatangan tentang jabatan menteri ini. Selain menginiginkan dari ego sendiri, Jokowi memang harus mendengarkan partai koalisi pendukungnya. Hasilnya, puluhan kebijakan dibuat dengan tujuan menyejahterakan rakyat.Tapi semua menteri melakukan pekerjaan positif yang berdampak baik untuk rakyat?

Saya memang bukan seorang analis yang baik. Tapi izinkanlah saya memberikan pendapat tentang beberapa menteri kabinet Jokowi-JK. Pendapat ini adalah tentang menteri Jokowi yang tidak bekerja maksimal. Mungkin bisa dievaluasi dengan sangat atau direshuffle jika diperlukan. Semua itu tergantung pak Jokowi, memangnya beliau ada kesempatan untuk membaca ini? Hehehe.

Mari kita berangkat dari Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara (MenPAN), Yuddy Chrisnandi. Kenapa saya memasukkan pak menteri ini sebagai menteri yang tidak bekerja dengan maksimal? Mungkin bukan tidak maksimal sebutannya, tapi kurang baik menerapkan kebijakan. Kalian pasti pernah mendengar tentang moratorium CPNS oleh pemerintah. Itu berada di bawah naungan Menpan sebagai pengatur pembelian tenaga kerja PNS. Apa kebijakan ini sudah baik? Saya tidak bisa menyimpulkan. Tapi kalo melihat jumlah pegawai di kantor kelurahan/kecamatan (baca: Moratorium PNS). Sepertinya perlu ditambah jumlah PNS. Ditambah blunder terparah adalah tentang larangan rapat di hotel oleh PNS. Tetapi dia terbukti mengadakan rapat di hotel yang mewah. Sebuah paradoks yang tidak baik. (baca: Larangan Rapat di Hotel)

Destinasi selanjutnya kita berhenti dulu di Mentari Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo. Tantangan pertama dia adalah mengesahkan Ahok mejadi Gubernur Jakarta. FPI yang akan menghadang dia. Langkah yang dia lakukan tepat, dia tidak peduli dengan FPI dan melantik Ahok. Gonjang-ganjing selanjutnya adalah tentang pengosongan kolom agama. Pro-kontra mengalir di mana-mana. Keinginan Tjahjo untuk mengosongkan dengan tujuan mengakomodir keinginan kaum minoritas cukup baik. Walaupun pada ujungnya isu ini tidak terjadi. Blunder yang sangat blunder adalah ketika Thahjo mengatakan bahwa server e-KTP rakyat Indonesia ada di luar negeri. Padahal ketika dicari ternyata berada di kantor kementerian dalam negeri. Bukankah ini mencoreng nama dia sendiri sebagai seorang menteri? (baca: Server KTP). Bapak Tjahjo Kumolo juga dinilai tidak mampu menyelesaikan kerumitan yang terjadi di GKI Yasmin. Para penganut agama Kristen yang ingin beribadah di GKI Yasmin hingga sekarang belum mendapatkan kebebasan dalam beribadah. Sementara itu, Tjahjo Kumolo belum menemukan solusi. (baca: Gereja Yasmin)

Berpindah ke tempat lain, Tedjo Edhy Purdjiatno. Laksamaa TNI ditunjuk oleh Jokowi untuk menjadi Menteri Koordinator Politik, Hukum dan HAM (Menkopolhukam).Tidak ada yang banyak dia lakukan. Selain mengomentari banyak hal tentang keadaan politik di Indonesia. Komentar-komentar dia yang memunculkan ketegangan adalah tentang Golkar. Tedjo dinilai mengintervensi Golkar dalam Munas di Bali. Kecamanan datang langsung dari Fadli Zon. Mereka bersitegang dan sempat saling mengomentari (baca: Komentar tentang Konflik Golkar). Terakhir dia mengikuti harlah PPP kubu Romi. Datangnya dia bisa menimbulkan sentimen negatif bahwa pemerintahan tidak netral dalam mendamaikan konflik di sebuah partai. (baca: Tedjo Hadir di Hahlah PPP kubu Romi)

Saya pun mengajak anda menengok menteri lainnya. Rini Soemarno, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Apa yang menarik dari Rini? Selain dia adalah keturunan keluarga Soemarno. Rini juga dekat dengan Megawati, dia juga menjadi tim transisi Jokowi kemarin. Lantas, apa itu semua tidak menjadikan dia kebal dari kekurangan? Beberapa kebijakan yang sempat ramai dibicarakan oleh media bisa kita lihat. Pertama adalah penunjukan orang asing sebagai ketua BUMN. Mungkin bisa saja orang asing mengetuai BUMN kita, tapi isu ini masih sangat sensitif di telinga orang Indonesia (baca: Orang Asing jadi Dirut BUMN). Kita beralih ke kebijakan dia berikutnya. Dia ingin menjual gedung BUMN. Mungkin alasan untuk efisiensi bisa dimaklumi. Toh, mungkin berganti tempat dengan kementerian lain itu lebih baik kan? Daripada harus dijual. (baca: Jual Gedung BUMN)

Sekarang mari kita membicarakan Puan Maharani, anak dari Ibu Megawati.Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan ini memang tidak terdengar kabarnya. Dia melakukan apa, sangat jarang sekali. Mungkin kita pernah melihat Puan bersama Jokowi membagikan kartu sakti. Selebihnya sangat sedikit pemberitaan media tentang dia. Komentar saya mengacu pada survei Cyrus Network. Menurut survei mereka, Puan adalah menteri yang di mana sebanyak 12.6% tidak diharapkan kinerjanya. Saya rasa survei tersebut cukup untuk menggambarkan bagaimana Puan Maharani di kabinet Jokowi.

Sebelum menepi ke menteri terakhir. Kita bahas Bapak Jonan. Menteri Perhubungan (Menhub). Namanya sempat mentereng serentak dengan fotonya tidur di kereta ekonomi. Mantas bos PT. KAI ini diangkat Jokowi berdasarkan prestasinya. Sebelum insiden Air Asia, namanya masih baik. Bahkan ketika insiden Air Asia terjadi dan pemerintah sibuk mencari korban di awa-awal nama dia masih baik. Kenapa justru di akhir-akhir ini dia salah melakukan manuver? Dia marah-marah terhadap Air Asia dengan berbagai alasan. Dari briefing harus dengan tatap muka sampai izin penerbangan. Semuanya mencoret muka Jonan secara instan. Kasihan sekali dia.

Terakhir, destinasi menteri yang saya bahas adalah Sudirman Said. Menteri energi dan sumber daya mineral (MenESDM). Hanya dua saja yang dia lakukan. Kebijakan yang membuat negeri ini menjadi bergejolak. Menaikkan harga BBM bersubsidi menjadi Rp 8.500. Lalu menurunkan dan melepas harga BBM ke harga pasar. Semua pemerhati dari yang benar-benar berilmu sampai pemerhati yang biasa saja mengomentari hal ini. Bagaimana tidak dikomentari. Sudirman seperti orang kebingungan dan “menyebalkan”. Menaikkan BBM bersubsidi ketika harga minyak turun. Kemudian menurunkan harga yang mustahil diikuti harga bahan pokok. Ini blunder, Jokowi juga blunder dalam hal ini. Kenapa terburu-buru menyetujui kebijakan tentang harga BBM.

Mungkin itu adalah beberapa komentar saya terhadap kabinet Jokowi-JK. Bukan pendapat ahli. Hanya masyarakat yang melihat secara nyata. Melalui media-media yang memberitakan. Melalui obrolan-obrolan di kafe sampai di pos ronda. Itu yang bisa saya sampaikan, semoga Pak Jokowi dan JK mau mengevaluasi para menterinya. Karena saya yakin mereka ingin menyejahterakan rakyat Indonesia. Semoga Pak Jokowi mengerti dan tidak takut terhadap siapa pun. Ya siapa pun yang menghalangi bekerja untuk rakyat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun