Setiap kita pasti menghendaki bahagia. Itulah sebabnya ada orang saat masih kuat, bekerja begitu keras demi mengumpulkan banyak harta dan uang. Karena baginya harta itu akan memberikan kepadanya kebahagiaan. Ada orang yang dalam hidupnya belajar dengan giat supaya dapat meraih gelar sarjana serta berkarir sesuai dengan keahliannya. Orang seperti ini beranggapan bahwa karir dan kesuksesan dalam dunia kerja akan memberikan kebahagiaan baginya. Bahkan tidak sedikit orang yang demi memperoleh dan menikmati kebahagiaan (kenikmatan dunia), maka dia akan melakukan banyak dosa dan kejahatan. Itulah sebabnya tidak mengherankan apabila ada oknum-oknum tertentu yang menghalalkan segala macam cara demi mendapatkan kekayaaan, jabatan, hingga segala sesuatu yang diinginkannya.
Semua jenis kebahagiaan di atas adalah kebahagiaan yang ditawarkan oleh dunia. Kebahagiaan yang ditawarkan oleh dunia memang menggiurkan, namun ujungnya akan membawa kepada kebinasaan.
Pada khotbah di bukit, khususnya dalam Matius 5:3, Yesus menegaskan bahwa "Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya kerajaan Surga". Ungkapan dalam ayat ini kedengaran indah, namun perlu hati-hati dalam memahaminya. Oleh karena ayat ini tidak menegaskan bahwa hanya orang-orang miskin yang akan memiliki kerajaan surga. Ayat ini juga tidak menyarankan kita untuk hidup dalam kemiskinan (materi) supaya kita memperoleh kerajaan surga. Itulah sebabnya, ayat ini perlu dipahami dengan baik.
Ungkapan "miskin" dalam ayat ini dalam teks Yunaninya menggunakan kata "ptokhoi" yang merupakan bentuk nominatif jamak dari kata "ptokhos". Â Kata ini berarti miskin (semiskin-miskinnya), tidak memiliki apa-apa, miskin karena tidak ada yang memberikan kepadanya, sehingga dia akan mati kelaparan. Sebenarnya dalam bahasa Yunani, masih ada satu kata lagi yang dapat berarti miskin, yakni: kata "penes", yang dapat diartikan dengan bukan orang kaya, orang yang hidup seadanya, atau orang yang hidup dengan sederhana. Kalau kata "ptokos" berarti tidak memiliki apa-apa sama sekali, maka ungkapan "penes" berarti tidak memiliki kemewahan. Itulah sebabnya seorang ptokos hanya mengandalkan pemberian orang lain untuk bertahan dan melanjutkan hidup.
Dalam konteks 5:3, ketika Yesus menyebut berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, maka miskin yang dimaksud di situ adalah miskin di dalam rohani. Miskin di sini bukan dipahami sebagai "tidak berpengharapan" atau "patah semangat", dan bukan pula dipahami sebagai kemiskinan secara materi. Miskin secara rohani berarti menyadari bahwa dirinya tidak dapat membawa apa-apa kepada Allah, termasuk perbuatan baiknya pun tidak dapat diandalkan untuk memperoleh keselamatan. Itulah sebabnya, orang ini hanya akan mengandalkan dan menggantungkan hidup sepenuhnya pada Allah untuk memperoleh keselamatan.
Itulah sebabnya, Yesus mengatakan, berbahagialah mereka yang miskin di hadapan Allah, karena hanya orang seperti inilah yang akan "tahu diri" bahwa dia adalah orang berdosa dan kemudian bersandar serta menggantungkan hidup dan keselamatannya hanya kepada Allah di dalam Yesus Kristus. AP.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H