Mohon tunggu...
Adi Putra
Adi Putra Mohon Tunggu... Dosen - Dosen STT Pelita Dunia

Bonum est Faciendum et Prosequendum et Malum Vitandum

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hidup Bersama dengan Rukun

12 Juni 2020   14:43 Diperbarui: 12 Juni 2020   20:18 1442
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: mitra.nu.or.id

Dewasa ini kita seringkali kita membaca di media cetak, dan elektronik tentang situasi dan kondisi bangsa Indonesia yang sedang diperhadapkan dengan berbagai macam ujian perihal kemajemukan atau pluralitas. 

Seperti yang kita ketahui bahwa bangsa Indonesia diberikan Tuhan anugerah yang sangat besar dengan kekayaan alam, budaya, suku, ras hingga agama. Akan tetapi tanpa dikelolah dengan baik dan benar, maka anugerah itu dapat menjadi sebuah pemicu pemecah belah di antara warga negara.

Meskipun sebenarnya sejak semula Tuhanlah yang telah menetapkan dan menciptakan manusia dengan berbagai macam perbedaan. Bahkan anak kembar pun sebenarnya tidak persis sama atau pasti memiliki perbedaan. Dan juga bahwa sejak semula Tuhan telah menetapkan kita sebagai mahkluk sosial yang hidup bergantung dan berelasi dengan sesama bahkan semua ciptaan hingga dengan Pencipta itu sendiri.

Nah, dalam konteks perbedaan dan tuntutan untuk dapat hidup berelasi dengan sesama, maka di situlah diperlukan yang namanya hidup rukun. Karena apabila  itu tidak terjadi, maka yang ada hanyalah kekacauan belaka.  Hal itu pula yang Daud tegaskan dalam Mazmur 133: 1, "Sungguh, alangkah baiknya dan indahnya, apabila saudara-saudara diam bersama dengan rukun!".

Akan tetapi yang seringkali terjadi adalah kita ditipu karena yang utama dijadikan yang tidak utama sebaliknya yang tidak utama dijadikan utama. Kerukunan bisa dikorbankan demi kekayaan, kerukunan dikorbankan demi kepopuleran, kerukunan dikorbankan demi kedudukan, atau hubungan kekeluargaan bisa terputus karena harta dan kekuasaan belaka.  Siapapun kita yang tidak rukun, kita tidak mengerti apa yang paling indah di dalam hidup ini.

Allah sempurna, Dia ciptakan manusia tentu dibuktikan dengan kesempurnaan. Allah sempurna, Dia buktikan dengan karyaNya dengan menciptakan manusia serupa dan segambar dengan Allah. Apa itu gambar Allah? I Yohannes 4:8 "Allah adalah kasih". Begitu manusia hidup dalam kasih, itulah manusia Allah yang segambar dan serupa dengan Dia. Rohani seseorang, bukan kelihatan dari sebera banyak jemaat hadir ketika dia berkotbah, seberaba banyak orang sembuh ketika dia berdoa, atau seberapa besar memberikan sumbangan kegereja, tetapi rohani seseorang kelihatan seberapa sungguh-sungguh dia taat kepada Tuhan dan itu di simpulkan dengan "kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hati, jiwa, akal budi dan kekuatan dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri"dan orang yang melakukan ini tentu hidupnya pasti rukun.

Orang mengenal Allah, tidak bisa mengenal-Nya kalau sekadar hebat menggali isi Alkitab dalam bahasa Ibrani, Yunani, tetapi mengenal Allah adalah ketika kita mengerti Firman Tuhan dan melakukannya dalam kasih. Siapa hidup dalam kasih, ia pasti mengenal Allah. Dan dibalik kerukunan itulah cerminan dari kasih. Semua orang akan tahu bahwa kekayaan, kedudukan, popularitas, pengakuan bukan jawaban. Umumnya semua orang sadar itu bukan jawaban dan bernilai setelah dia mati. Kalau setelah mati baru sadar, inipun terlambat. Hal ini menjadi mayoritas di kalangan umat Kristen, itu sebabnya Yesus berkata:"Banyak yang terpanggil, sedikit yang dipilih".

"Sungguh alangkah baiknya dan indahnya" tidak ada kalimat yang begitu lengkap penghargaannya dibanding kalimat dalam Mazmur 131:1 yang dialamatkan pada kerukunan. Daud mengerti akan hal ini karena dia mempunyai rumah tangga yang tidak rukun ketika Absalom anaknya pernah memburu Daud untuk dibunuh karena Absalom berkeinginan untuk menggulingkan ayahnya. Tetapi akhirnya Daud mengerti bawha yang paling berharga adalah rukun. Tetapi kata kuncinya "sungguh, alangkah baiknya dan indahnya, apabila..." kata apabila menunjukkan bahwa semua manusia tidak punya mental rukun.
Karena setiap orang yang telah jatuh ke dalam dosa, orang itu dikuasai dosa biarpun dia bertobat lahir baru tanpa proses, seperti Firman Tuhan katakan: "Hidupku bukannya aku lagi melainkan Kristus di dalamku"maka seringkali yang menguasai kita adalah "egosentris" bukan "Theosentris" oleh karena itu Yesus katakan "Barang siapa mengikut aku, ia harus menyangkal diri" karena diri kita tidak mempunyai mental kasih, mental kita tidak ada mental rukun karena sangat kompleks.
Di satu sisi kita mau rukun sepanjang orang itu cocok dengan kita. Oleh karena itu banyak orang Kristen walaupun lahir baru, kalau tidak tuntas pembaruan budinya, tidak mau bertumbuh kearah kedewasaan rohani, pada hakekatnya kita dengan orang tidak percaya Yesus punya pola hidup yang sama. Tersirat atau tersurat secara langsung atau tidak langsung kita punya motto:"Kalau kamu baik maka aku baik tetapi kalau kamu jahat maka aku bisa lebih jahat."
Bagaimana orang bisa hidup rukun? jawabannya adalah sangkal diri, membalas kejahatan dengan kebaikan. Kristus berdiam di dalam diri kita dan kita di proses secara progresif harus mampu karena Tuhan tidak mungkin menyuruh kita kalau kita tidak mampu. Kita hanya mau rukun kepada orang yang baik kepada kita, yang cocok dengan kita. Oleh karena itu, rukunlah dimulai dari rumah tangga. Setiap orang yang mau rukun, selalu Tuhan Yesus yang ditinggikan karena Dialah kepala Gereja, Kepala orang percaya. Tanpa kerukunan, suka tidak suka kita pasti mencuri kemuliaan. Itu sebabnya dalam Gereja tidak ada orang yang lebih penting dan tidak ada orang yang kurang penting karena semua sama-sama penting.
Itu sebabnya Tuhan memberi penghargaan kepada mereka yang hidup rukun yang tertulis dalam ayat 2. "Seperti minyak yang baik di atas kepala meleleh ke janggut, yang meleleh ke janggut Harun dan keleher jubahnya."  Allah mau memberkati Israel dengan Iman, tanpa itu Allah tidak menurunkan berkat-Nya kepada Bangsa Israel. Dan biasanya berkat itu turun ketika Imam di urapi dengan minyak. Minyak mempunyai makna kesukaan, keharuman, ketentraman, juga penyucian. Sehubungan dengan minyak pengurapan imam, kelimpahan minyak urapan menggambarkan bahwa Tuhan memberkati umat-Nya dengan berkelimpahan melalui persekutuan mereka. Ini adalah gambaran betapa harumnya dan bernilainya kerukunan atau kasih persaudaraan itu.
 Maka diterjemahkan lebih lanjut pada ayat 3. "Seperti embun bukit hermon yang turun ke atas gunung-gunung sion."
Kita tentunya tahu yang namanya embun. Embun dalam nas kita memberikan pemahaman utama sebagai kesegaran ilahi yakni karunia kehidupan yang berkemenangan. Embun menyimbolkan kesuburan dan pertumbuhan. Pengkaitan gunung Hermon yang terletak di Kerajaan Israel Utara dan gunung-gunung Sion di Kerajaan Israel Selatan (Yerusalem) memberi petunjuk bahwa:


a.Walaupun kerajaan Israel Utara dan Selatan mempunyai pemerintahan berbeda tetapi mereka adalah saudara yang seharusnya hidup rukun. Dan Allah akan memberikan berkat-Nya kepada umat-Nya apabila mereka hidup rukun, hidup dalam persatuan.


b.Walaupun secara geografis, kedua lokasi Gunung Hermon dan Sion tersebut jauh sekali, tapi adalah sebuah mukjizat jika embun dapat mengalir begitu jauhnya. Begitulah kasih dan kuasa Tuhan mengalir ke semua manusia, apalagi ke setiap anak-Nya yang hidup dalam persekutuan yang rukun. Sesungguhnya hidup dalam persekutuan yang rukun/harmonis sudah merupakan mukjizat anugerah ilahi dimana berkat pribadi saling dibagikan untuk keberuntungan bersama. Persekutuan demikianlah yang menyenangkan hati Tuhan sehingga Ia mencurahkan berkat-berkat-Nya atas mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun