Mohon tunggu...
Adi Kurniawan Ritonga
Adi Kurniawan Ritonga Mohon Tunggu... Penulis - Digital Marketer

Menulis untuk perubahan dunia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Gratifikasi Kecil-Kecilan, Mari Kita Hilangkan

3 Januari 2015   19:18 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:53 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak hal-hal kecil yang membuat sebuah negara menjadi lebih maju. Sebagian dari kita mungkin udah tau lah ya, walaupun kadang enggak dilakukan. Seperti membuang sambpah pada tempatnya, Antri dengan tertib, mentaati peraturan, tertib di jalan, menghindari korupsi kecil-kecilan, tidak melakukan gratifikasi kecil-kecilan dan masih banyak hal kecil lain. Kali ini yang ingin saya bahas adalah gratifikasi yang secara tidak sadar kita sering -bahkan sangat sering- melakukannya.

Jadi tadi siang seorang teman curhat dengan saya tentang beasiswanya. Dia mengeluh karena beasiswanya yang baru saja cair harus "dibagikan". Petugas akademis prodi mereka secara tidak langsung meminta bagian dari beasiswa teman saya tersebut. Lah teman saya ternyata memang lagi butuh uang banget buat bayar SPP dan buat selesaikan skripsinya yang lagi gantung. Tapi petugas akademis mereka terkesan memaksa untuk meminta bagian. Alasan petugas akademis sih simpel, "yang lain aja ngasih ke saya, masak kamu enggak? Mahasiswa sekarang nggak tau terimakasih ya. Udah ditolongin juga". JLEB! Kontan aja teman saya -cewek- yang hatinya melankolis meleleh lah airmatanya. Dia pergi ke toko makanan dan membeli beberapa bungkus makanan. Lah saat ngasih ke petugas akademis, dianya malah dicuekin. Jadi ceritanya ngambek lah petugas akademisnya. Weleeh weleeh.

Saya juga penerima beasiswa, namun berbeda jenis dengan teman saya tersebut. Saya penerima beasiswa Bidikmisi dan memang pengurusan beasiswa saya lakukan sendiri, mandiri, tanpa ada bantuan pihak manapun untuk meluluskan beasiswa saya. Jadi ya, saya murni lulus beasiswa memang karena di seleksi oleh pihak penyedia. Dengan wawancara, ferivikasi berkas, tes psikologi sampai pengumuman. Saya tidak harus menyisihkan beasiswa saya untuk rasa terimakasih kepada pihak manapun. Lagian rasa terimakasih kan tidak harus berupa barang, kalau udah berupa barang itu mah namanya Gratifikasi, tapi dalam ruang lingkup kecil.

Cerita teman saya mungkin cuman sebagian kecil dari kejadian serupa yang ada di negeri kita. Di luar sana, masih banyak lagi gratifikasi-gratifikasi yang bahkan lebih besr nilainya, bahkan lebih jahat niatnya, lebih dalam maksudnya. Di pemerintahan saja kita sering jumpai, tapi karena nilainya kecil kita masih harap maklum padahal tetap saja menimbulkan dampak yang nggak bagus. Saya salut pernah membaca berita seorang kepala pemerintah menolak gratifikasi -Gubernur Jawa Tengah kalau nggak salah- berupa bingkisan. Beliau lebih suka rasa terimakasih dan silaturrahmi dilakukan dengan ucapan dan bertemu langsung. Wah wah, hebat.

Sadar atau tidak, kita sudah membudidayakan sifat gratifikasi. Come on, kita hilangkan perbuatan seperti itu. Kita mulai aja dari diri sendiri. Saya tau kita pasti sungkan kalau tidak memberi apa-apa kepada orang sudah kita anggap berjasa. Tapi yah nggak usah berupa gratifikasi juga. Kita bisa berterimakasih, atau membalasnya dengan memberikan bantuan saat orang itu butuh pertolongan. Kayaknya lebih fear.

Masak gitu aja gratifikasi sih? Gini loh, kalau kita suka membudayakan perbuatan seperti itu otomatis akan terbawa kemana-mana. Jika kita punya anak, anak akan meniru perbuatan kita. Lah orang tuanya aja berbuat seperti itu, dan anak tidak mendapat pengajaran untuk tidak melakukan gratifikasi. Dan ketika anak kita besar, anak kita menjiplak perbuatan kita. Gimana kalau anak kita duduknya di pemerintahan? Bahaya kan? So, yoklah kita putuskan perbuatan sepele yang berdampak sangat buruk bagi masa depan. Yah semoga dengan pemerintahan sekarang bisa mengurangi banyaknya gratifikasi di negeri ini. Semoga

Salam hangat. Happy Weekend!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun