Oleh: Adi Suhenra Sigiro, M.Th
Sahabat Pembaca yang setia! Doa yang diajarkan Tuhan Yesus, kepada murid-murid-Nya, sangat singkat dan mudah dihafalkan. Bahkan dari dulu sudah banyak pengarang lagu rohani membuat nada-nada yang menarik, sehingga doa Bapa kami dapat diucapkan dalam sebuah nyanyian pujian dan penyembahan. Namun, dalam doa yang diajarkan oleh Tuhan Yesus kepada murid-murid-Nya, yakni pada bagian berikut,Â
"Bapa kami yang di sorga, dikuduskanlah nama-Mu." ada makna yang dalam yang penting untuk dimengerti dan dipahami, sehingga doa pada bagian pembukaan ini tidak sekedar hanya menjadi sebuah hafalan maupun nyanyian. Ungkapan Bapa kami yang di sorga, merupakan ungkapan yang khas dan unik.
 Sebab tidak semua agama mengajarkan bahwa allah mereka dapat dipanggil dengan sebutan bapa. Inilah yang membedakan keyakinan kita dengan semua agama apapun yang ada di dalam dunia ini. Ungkapan atau sebutan Allah sebagai Bapa hanya dianugerahkan kepada barang siapa yang percaya kepada Yesus.Â
Sesuai dengan apa yang disebutkan oleh Yohanes 1:12-13 Â bahwa "Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya (Yesus Kristus). Â Orang yang doperanakkan bukan dari darah atau dari daging, bukan pula secara jasmani, oleh keinginan seorang laki-laki, melainkan dari Allah.Â
Jadi oleh iman dan penerimaan kita secara pribadi akan nama Yesus, maka kita diangkat sebagai anak dan kita diberi hak istimewa untuk memanggil Allah sebagai Bapa.
Lalu, apa maknanya bagi kita, jikalau kita diangkat sebagai anak Allah dan Allah kita panggil sebagai Bapa? Maknya terletak pada kebenaran berikut:
Satu, sebagai Bapa, Allah menerima kita apa adanya. Sahabat Pembaca yang setia! Gambaran ini dapat kita lihat dalam Lukas 15. Di sana dikisahkan, seorang anak bungsu yang meminta harta bagiannya kepada ayahnya, lalu pergi dari rumah ke tempat yang jauh untuk berpesta pora menghambur-hamburkan harta yang diperolehnya dari ayahnya.Â
Setelah semua hartanya habis, hidupnya pun melarat dan penuh dengan kesusahan. Dalam kondisi yang sangat melarat dan menderita, anak tersebut memutuskan untuk kembali ke rumahnya.Â
Setelah anak tersebut kembali ke rumah, kita dapat menemukan kebenaran bahwa sang ayah sangat bersyukur dan menerima anak bungsu kembali ke rumah dengan penuh dengan sukacita. Ayahnya tidak mencari-cari kesalahan atau menghakimi anaknya.Â
Melainkan menerimanya dengan tangan terbuka. Demikianlah, Allah sebagai Bapa yang baik menerima kehidupan kita anak-anak-Nya, apa adanya. Dalam kekurangan, kelemahan, keterbatasan bahkan ketika kita pun jatuh dalam dosa, sebagai Bapa yang baik, Allah menerima hidup kita apa adanya.Â