Mohon tunggu...
Adi Ankafia
Adi Ankafia Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Freelancer

Euphemia Puspa Tanaya Jasmine

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Kenangan Melintasi Gerbang Perbatasan Internasional Moc Bai dan Bavet

10 Januari 2019   20:16 Diperbarui: 10 Januari 2019   20:44 389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cambodia - Dokumentasi Pribadi

Saya dan partner traveling sekaligus sahabat/Partner In Crime saya dari zaman SMA, Andri Sofyan Husein (untuk selanjutnya disebut Basir karena sosoknya yang mirip dengan salah satu tokoh di serial Misteri Gunung Merapi) melanjutkan perjalanan menuju Phnom Penh, Cambodia menggunakan bis Mekong Express dari Ho Chi Minh City, Vietnam pada malam kedua, tepatnya tanggal 5 Januari 2012.

Bis berangkat pada pukul 00.30 waktu setempat. Tidak ada perbedaan waktu antara Ho Chi Minh City dengan Jakarta. Bis melaju dengan kecepatan sedang menembus sunyinya Ho Chi Minh City. 

Beberapa warung makan dan minum di pinggir jalan tampak berkemas-kemas. Saya menikmati setiap fragmen yang tersaji dari balik jendela bis, sementara Basir sudah terlelap akibat kelelahan setelah seharian menyusuri Ho Chi Minh City dengan jalan kaki yang mana sesekali saya dan Basir berganti peran sebagai aktor dan kameramen dalam mendokumentasikan perjalanan.

Andri Sofyan Husein a.k.a. Basir - Dokumentasi Pribadi
Andri Sofyan Husein a.k.a. Basir - Dokumentasi Pribadi
Sepanjang perjalanan di dalam bis agak berisik oleh ulah segerombolan traveler dari Argentina. Mereka melakukan pesta marijuana. Mereka sing along sambil teriak-teriak dalam kondisi teler. Saya berusaha tidak menghiraukan dan tetap tenang menikmati perjalanan. Basir sesekali terbangun karena kaget oleh teriakan mereka.

"Jancuk!" Umpat Basir pelan. Kombinasi antara setengah sadar dan setengah ngelindur.

Kesan saya terhadap Ho Chi Minh City adalah masakan-masakannya yang sebagian besar melibatkan bumbu kayu manis. Setiap warung yang kami singgahi dan setiap gang yang kami lalui menguarkan aroma kayu manis. Bahkan, saking masifnya, seolah-olah asap kendaraan bermotor mulai roda dua, roda tiga hingga roda empat juga mengepulkan bau kayu manis. 

Saya tidak tahu pengalaman personal Basir dengan bau kayu manis ini, tapi, bagi saya cukup menimbulkan trauma yang mengakibatkan saya menjadi antipati terhadap makanan dan minuman yang melibatkan bumbu kayu manis. Bahkan sampai sekarang setelah 6 tahun perjalanan tersebut. Setiap kali hidung saya mencium aroma kayu manis, seketika itu juga perut saya langsung mual-mual.

Salah Satu Sudut Kota Ho Chi Minh City - Dokumentasi Pribadi
Salah Satu Sudut Kota Ho Chi Minh City - Dokumentasi Pribadi
Pukul 04.00 pagi bis yang kami tumpangi sudah sampai di Moc Bai, gerbang perbatasan internasional yang terletak di Provinsi Ty Ninh, Vietnam. Kantor imigrasi Moc Bai masih tutup. 

Menurut penjelasan sopir bis, kantor imigrasi Moc Bai baru buka pukul 07.00 pagi. Tidak ada apa-apa di sekitar kantor imigrasi Moc Bai kecuali hanya kesunyian. Gerimis turun membasahi kaca jendela bis. Saya memilih untuk tidur.

Ketika pagi tiba dan kantor imigrasi Moc Bai sudah buka, dari balik gerbang muncul satu orang dengan mengendarai motor, saya lupa mereknya apa, namun, sekilas, fisically tampak seperti motor Supra di Indonesia. 

Setelah ngobrol-ngobrol dengan sopir bis, kami diminta mengumpulkan paspor dan uang senilai USD 25 kepada orang bermotor tersebut. Saya, Basir, dan gerombolan traveler dari Argentina satu per satu diproses keluar dari Vietnam. Petugas imigrasi di Moc Bai dingin dalam melayani. Tanpa senyum. Setelah proses tersebut kami berjalan mengikuti komando orang bermotor tadi. 

Dari kejauhan tampak bangunan khas serupa perpaduan arsitektur Jawa, Dayak, Bali, dan Melayu yang tak lain adalah kantor imigrasi di gerbang perbatasan internasional Bavet di Provinsi Svang Rieng, Cambodia. Huruf Khmer yang mlungker-mlungker terpampang pada salah satu sudut bangunannya. Mungkin tulisan "Selamat Datang" dalam Bahasa Khmer.

Di kantor imigrasi Bavet kami semua disambut oleh petugas dengan ramah. Bahasa Inggris mereka juga cukup baik. Sementara paspor diperiksa, kami semua diminta menunggu di kursi-kursi yang telah disediakan. Saat pandangan saya sedang menyapu setiap sudut ruangan sambil mencoba memahami filosofi bangunannya, salah seorang petugas berteriak "Indonesia! Indonesia!" sambil mengacung-acungkan paspor milik saya dan Basir. 

Saya dan Basir segera merespon panggilan petugas tersebut. Paspor milik saya dan Basir diserahkan oleh petugas tersebut sambil berkata "Indonesian free, keep your money." 

Wow! Saya dan Basir terperangah setengah tak percaya. Masing-masing uang senilai USD 25 milik saya dan Basir dikembalikan utuh tanpa diminta fee sepeser pun. Saya dan Basir dipersilakan masuk ke Cambodia. Saya dan Basir segera menuju bis tumpangan kami yang sudah menunggu. 

Setengah jam kemudian bis baru melanjutkan perjalanan menuju Phnom Penh, Ibukota Cambodia, setelah segerombolan traveler dari Argentina menyelesaikan urusan masing-masing dengan petugas imigrasi Bavet.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun