Platform teknologi finansial peer-to-peer (fintech P2P) lending adalah layanan penyelenggara jasa keuangan untuk mempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman melalui sistem elektronik menggunakan jaringan internet.
Adanya Fintech P2P ini sangat baik dirasakan oleh masyarakat. Namun dalam praktiknya, platform teknologi ini masih belum memiliki aturan main yang jelas dan mampu menjamin keamanan bagi masyarakat.
Padahal menurut salah satu Anggota DPR RI, Mukhamad Misbakhun, perkembangan fintech P2P Lending di Indonesia mengalami pertumbuhan cukup baik. Penyaluran pinjaman di sepanjang 2019 sebesar Rp58 triliun pun naik menjadi menjadi Rp73 triliun sepanjang 2020.
Dengan segala kemudahan yang ditawarkan, P2P lending memiliki tantangan karena karena sebagian masyarakat Indonesia masih belum punya kesiapan literasi keuangan digital yang memadai. Masih banyak masyarakat yang belum bisa membedakan antara platform fintech P2P lending resmi dan legal, dengan pinjaman online 'pinjol' ilegal yang tidak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Nah di sinilah seharusnya peran OJK dirasakan masyarakat. Namun sayangnya, menurut Misbakhun aturan OJK belum cukup hanya menjadi pegangan platform fintech lending, terutama soal jaminan keamanan dan risiko. Terlebih dalam membatasi maraknya platform ilegal yang merugikan masyarakat seperti perbankan, multifinance, LKM, atau BPR.
Yang tidak kalah penting, Fintech P2P juga masih mematok standar suku bunga yang tinggi. Ini pun seharusnya masih bisa dirumuskan dengan baik. Perhitungan besaran bunga yang kompetitif dalam fintech lending harus bisa diatur sehingga bunga fintech yang saat ini terbilang tinggi dapat sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H