Banyak sekali sektor yang terdampak oleh pandemi Covid-19. Mulai dari kesehatan, ekonomi, hingga hukum. Yang paling terasa adalah bidang ekonomi. Lewat sini, saya ingin mengkritik terkait bagaimana Kementerian Keuangan yang masih belum bisa menyelamatkan ekonomi bangsa.Â
Ya, Kemenkeu terlihat masih kurang memiliki sense of crisis dalam menghadapi turunnya perekonomian Indonesia akibat Covid-19. Padahal, mereka bisa saja duduk bersama OJK, BI, dan LPS untuk membuat skema ekonomi terbaik untuk Indonesia saat ini.Â
Memang sih, Menteri Keuangan, Sri Mulyani, sudah menjelaskan bahwa pemerintah sudah  menyiapkan dana tahap pertama di empat anggota Himpunan Bank Negara, yakni Bank Mandiri, BRI, BNI, dan BTN dengan bunga 3.42%. Tujuannya juga mulia, yakni untuk mengakselerasi pemulihan ekonomi melalui dukungan likuiditas perbankan.Â
Tapi, apakah penempatan dana tersebut sudah menyelesaikan masalah yang ada?
Untuk diketahui, penempatan dana yang digagas Sri Mulyani saat ini merupakan jurus yang sama ketika Indonesia menghadapi krisis finansial global di 2008 silam. Padahal, sudah jelas krisis yang kita hadapi beda dengan tahun 2008. Jadi apakah ini akan berhasil?Â
Di sisi lain, OJK juga mendapatkan temuan baru tentang kenaikan NPL (non-performing loan). NPL adalah kredit macet akibat pandemi Covid-19. Data OJK memperlihatkan rasio NPL gross pada Mei naik menjadi 3,01%.Â
Lalu apa maksudnya? Artinya, Covid-19 sudah membawa masalah ekonomi yang lebih serius ketimbang krisis keuangan global 2008. Namun, kenapa Sri Mulyani masih menggunakan model penempatan dana yang meniru 2008?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H