Mohon tunggu...
Tri Adhy Prabowo
Tri Adhy Prabowo Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mencoba berbagi dengan sesama.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Bahasa Indonesia dan Kita, Simbol Karakter Indonesia

24 September 2012   05:23 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:49 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13484638391276464573

Sebagai seorang anak yang terlahir di pedesaan, bahasa jawa sudah melekat pada diriku. Tepatnya di desa Pencol, sebuah desa kecil di daerah Magetan Jawa Timur. Dari aku lahir, pertama kali bahasa yang di ajarkan oleh kedua orang tuaku adalah bahasa Jawa. Untuk memanggil ibu, aku diajarkan kata “Buk’e”. sedangkan untuk memanggil ayah, aku di ajarkan kata “Pak’e”. sama halnya untuk nenek dan kakek, yaitu kata “Mbah’e” dan “Mbang Kung”. Mungkin jika anda mengerti bahasa Jawa, akan tahu artinya. Tapi jika anda tidak mengerti, saya yakin sedikit mengerti. Karena memang kata-kata panggilan tadi sudah bersifat umum dan sering di pakai di acara televisi. Seperti film dan sinetron atau bahkan lawakan. Bahasa Indonesia, mengerti sedikit demi sedikit lewat acara di televise. Acara kartun yang memang menggunakan bahasa Indonesia. Lewat itulah saya yang saat itu berumur 5 tahun mampu memahami bahasa Indonesia. Namun tidak mampu untukmengucapkannya. Memang benar pepatah mengatakan, melakukan itu lebih sulit. Masuk sekolah, bahasa Indonesia semakin aku kenali. Karena guruku saat menerangkan lebih sering memakai bahasa Indonesia walau terkadang tak sedikit pula yang masih menggunakan bahasa jawa. Kalau boleh jujur, saat itu aku lebih paham di ajar dengan bahasa jawa daripada bahasa Indonesia. Ketika di ajar dengan bahasa Indonesia, setiap kata diterima menuju ke otak. Otak menterjemahkan kata tersebut ke dalam bahasa Jawa. Kemudian baru diproses untuk dipahami. Jadi masih kurang efisien karena harus melalui proses penterjemahan. Lain jika anak yang sejak lahir diajarkan bahasa Indonesia, ia akan langsung paham jika diberi penjelesan dengan bahasa Indonesia. Karena bahasa Indonesia bisa langsung dipahami tanpa melalui proses terjemahan terlebih dahulu. Keadaan tambah parah ketika harus berhadapan dengan pelajaran bahasa Inggris. Otakku harus melakukan terjemahan sebanyak 2 kali. Kalimat dalam bahasa Inggris yang aku dengar harus terlebih dahulu diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, lalu diterjemahkan lagi ke dalam bahasa Jawa oleh otak, baru kemudian bisa memahami kalimat. Keadaan serupa juga terjadi saat aku mulai bisa mengoperasikan komputer. Semua pengoperasiannya menggunakan bahasa Inggris. Ya, sama seperti saat aku pelajaran bahasa Inggris, harus melakukan terjemahan sebanyak 2 kali terlebih dahulu sebelum memahaminya. Sekarang aku baru sadar betapa pentingnya bahasa Indonesia bagi kita. Bahasa Indonesia harusnya sebagai pusat bahasa kita. Bukan sebagai bahasa Opsional. Dengan begitu kita akan lebih mudah mempelajari bahasa bahasa asing lainnya. Dari pengalamanku diatas, begitu banyak manfaat yang kita dapatkan ketika kita terbiasa berbahasa Indonesia. Manfaat tentunya untuk diri kita sendiri, dan umumnya untuk Indonesia. Kita tahu sekarang pemerintah sedang gencar-gencarnya dengan program Indonesia Berkarakter. Ya, karena era sekarang bangsa Indonesia sudah hilang karakter ketimurannya khusunya bahasa. Kemudian, apa yang terjadi antara kita dan bahasa Indonesia ? Bahasa Indonesia sudah meng-global dari dulu hingga sekarang. Namun kondisi bahasa yang digunakan sekarang dengan dulu sangatlah berbeda. Sekarang bahasa Indonesia sudah beraneka ragam. Kita ambil contoh bahasa Indonesia ala Jakarta. Dengan gaya loe gua mampu merubah bahasa se-nusantara. Apalagi acara televisi seperti sinetron bahkan film memakai bahasa Indonesia loe gua. Berbeda jauh dengan kondisi televisi milik pemerintah yang lagi surut tak semegah televisi swasta. Semua acara, entah itu acara sinteron, iklan atau filmnya selalu menggunakan bahasa Indonesia yang baku. Tidak dicampur campur dengan bahasa Indonesia peralihan seperti tadi. Bahasa Indonesia untuk teknologi. Ini yang musti di inovasikan oleh para programmer IT tanah air. Merancang sebuah operating system yang murni berbahasa Indonesia. Dengan kalimat penjelas bahasa Indonesia yang mudah dipahami, sesuai dengan EYD, dan tentunya tanpa tercampur aduk dengan bahasa melayu dan bahasa Inggris. Saya pernah mencoba mengaplikasikannya pada computer saya. Hasilnya memuaskan, computer saya kini berbahasa Indonesia. Namun sayang, masih ada beberapa kata patokan yang masih berbahasa Inggris. Dan anehnya pula, kalimat bahasa Indonesia masih terseling bahasa melayu yang masih asing ditelingaku. Sumpah Pemuda dikalahkan dengan loe gue end. Fakta berikutnya tentang kondisi bahasa Indonesia sekarang ini adalah meledaknya trend loe gue end. Dibandingkan dengan kalimat sumpah pemuda yang lebih dulu lahir, loe gue end lebih populer di masyarakat. Kenapa Sumpah Pemuda ? Karena memang bunyi kalimat terakhir dari Sumpah pemuda adalah "Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.". Sebagai contoh, silakan jawab pertanyaan ini, “siapa yang sering bilang loe gue end ?”, “pada acara apa orang itu bilang loe gue end ?”, bandingkan dengan pertanyaan ini, “siapa tokoh yang menyerukan sumpah pemuda ?”, “dimana pertama kali sumpah pemuda di serukan ?”. Mungkin sebagian orang akan menjawab, “ya iyalah, pertanyaanya sulit amat”. Sebenarnya tidak sob jika kita peka terhadap bahasa nasional kita. Dengan datangnya bulan bahasa, jika kita peka, pasti muncul pertanyaan, “kenapa ada bulan bahasa ?”, “adakah cerita atau kejadian tertentu hingga dinobatkan Bulan bahasa?”. Sepele kan ? Nah, jangan sampai beberapa tahun kedepan, sumpah pemuda akan berubah bunyi menjadi, “Gua putra putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa loe gue end.” Tak lucu kan ? Kesimpulannya, loe gue end itu boleh, namun harus mengerti sumpah pemuda. Menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Harus mampu peka terhadap kondisi bahasa kita. Dengan cara membiasakan berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Dimulai dari diri sendiri dan keluarga. Dengan begitu, kita mampu memunculkan kembali karakter bangsa Indonesia yang santun, agamis, dan berintelek. Intelek dalam sikap perbuatan, dan berbahasa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun